Penolakan Informasi Dokumen Barang dan Jasa Oleh PPID Bangkalan Dinilai Tidak Sejalan dengan Semangat Keterbukaan

Bangkalan, Media Pojok Nasional — Transparansi informasi kembali menjadi sorotan publik setelah Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), Zainal Alim S.H., M.M., menyampaikan penolakan atas permohonan dokumen barang dan jasa yang diminta masyarakat. Menurutnya, dokumen tersebut masih berada dalam proses validasi dan pemeriksaan internal, sehingga belum dapat dipublikasikan.

Ia beralasan bahwa publikasi prematur dapat memicu salah interpretasi, mengganggu akurasi, dan berpotensi menimbulkan spekulasi atau ketidakpastian di masyarakat.

“Dokumen itu masih dalam proses dan belum diaudit. Kalau dipublikasikan sekarang, sangat rawan menimbulkan persepsi keliru,” tegas Zainal dalam keterangannya, sekaligus menegaskan bahwa permohonan informasi tersebut ditolak hingga proses internal selesai.

Namun, penolakan itu langsung mendapat respons kritis dari Ketua Perkumpulan Jurnalis Bangkalan, Syaiful Anam S.Pd yang dalam penyajian tulisan biasa disebut Anam.

Menurutnya, alasan yang disampaikan PPID tidak sejalan dengan semangat keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Tahun 2010.

Anam menegaskan bahwa kategori informasi yang boleh ditutup sudah diatur jelas dalam Pasal 17 UU KIP, yakni:
a. informasi yang membahayakan negara;
b. informasi yang mengganggu kepentingan penegakan hukum;
d. informasi yang membahayakan kekayaan alam atau aset negara;
h. informasi yang berkaitan dengan data pribadi atau kerahasiaan pribadi.

“Kami menilai alasan atau penguat dalam menolak permohonan informasi tersebut berbeda dengan UU KIP yang ada, atau masih masuk kategori informasi yang seharusnya bisa diminta dan diperoleh oleh masyarakat,” ujar Anam dengan nada menyayangkan.

Ia menilai bahwa proses administrasi internal seperti validasi dan audit bukan bagian dari pengecualian informasi, sehingga tidak dapat dijadikan landasan absolut untuk menutup akses publik.

Menurutnya, keterbukaan justru penting agar masyarakat dapat mengikuti proses penyelenggaraan pemerintahan sejak awal, bukan hanya menerima hasil akhir yang telah diselesaikan secara internal.

Terlebih, dokumen barang dan jasa merupakan salah satu wilayah yang paling memerlukan transparansi untuk mencegah potensi penyimpangan.

Polemik ini kembali memperlihatkan tarik ulur antara kepentingan birokrasi yang berhati-hati dengan tuntutan publik untuk terlibat dalam pengawasan. Pada akhirnya, publik menunggu apakah PPID akan tetap pada sikapnya atau membuka ruang dialog untuk menemukan formulasi transparansi yang lebih berpihak pada hak masyarakat atas informasi.
(Hanif)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *