Banjir Tahunan Gresik, Dituding Akibat Alih Fungsi Lahan yang Tak Terkendali

Gresik, Media Pojok Nasional –
Banjir tahunan di Gresik bukan sekadar bencana alam, melainkan krisis buatan manusia. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman akibat bisnis properti yang rakus telah menghilangkan area resapan air. Hujan deras yang seharusnya meresap kini langsung berubah menjadi banjir bandang.

Dalam satu dekade, lebih dari 1.500 hektar lahan hijau berubah menjadi permukiman dan industri. Akibatnya, limpasan air meningkat 80%, memperparah genangan yang semakin luas dan lama. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Gresik sempat turun hingga 2,5%, meski kini meningkat menjadi 10,17%, tetap jauh dari cukup untuk mengatasi dampak hilangnya lahan resapan.

Pemkab Gresik dan DPRD dinilai lalai. Regulasi lemah, pengawasan longgar, dan proyek perumahan terus tumbuh tanpa mitigasi banjir. Pengembang membangun tanpa sistem drainase memadai, memperburuk daerah yang sebelumnya aman dari banjir.

Meski pemerintah menanam 2,2 juta pohon, upaya ini belum sebanding dengan luas lahan yang sudah hilang. Jika dibiarkan, krisis ini akan menjadi bom waktu.

Solusi Mendesak adalah Moratorium Alih Fungsi Lahan hingga ada rencana mitigasi banjir yang jelas, Perbaikan Infrastruktur Drainase agar mampu menampung limpasan air yang kian besar.

Wajibkan RTH dan Sumur Resapan di setiap proyek perumahan, Terapkan Green Infrastructure seperti taman resapan, kolam retensi, dan perkerasan permeabel dan Penegakan Hukum Tegas bagi pengembang yang merusak tata ruang dan lingkungan.

Jika tak segera bertindak, Pemkab Gresik hanya akan membiarkan daerah ini tenggelam setiap tahun. Masyarakat menuntut pertanggungjawaban: Berdiam diri atau mengambil langkah nyata sebelum terlambat? (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *