Kediri, Media Pojok Nasional –
Kepala SMKN 1 Kota Kediri, Edi Suroto, dilaporkan ke Polresta Kediri Kota atas dugaan persekusi terhadap dua wartawan. Laporan tersebut disampaikan oleh Didi Sungkono, S.H., M.H., Direktur LBH Rastra Justitia 789, mewakili PT Berita Patroli Indonesia sebagai kuasa hukum pelapor.
Peristiwa dugaan persekusi terjadi pada Rabu (4/6/2025) ketika jurnalis Nyoto Dharmawan sedang melaksanakan tugas jurnalistik di lingkungan sekolah. Nyoto mengaku dikepung sejumlah siswa di dalam ruangan, diintimidasi secara verbal, dan dihadapkan pada ancaman menggunakan senjata tajam jenis celurit.
“Sudah kami laporkan ke Polresta Kediri dan telah diterbitkan laporan polisi (LP),” ujar Didi Sungkono dalam konferensi pers, Kamis (5/6/2025) petang di Mapolresta Kediri Kota. Ia didampingi tim kuasa hukum Zaibi Susanto, S.H., M.H., Kristiono, S.H., M.H., Sutrisno, S.H., M.H., dan Rossi, S.H., M.H.
Laporan tersebut mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata tajam.
Pihak pelapor juga menyebut adanya dugaan ujaran kebencian terhadap profesi wartawan, serta indikasi provokasi terhadap siswa yang belum cukup umur. Selain itu, dilaporkan pula adanya pernyataan siswa yang mengandung ancaman kekerasan seksual terhadap anak wartawan.
“Pernyataan seperti ‘Ayo kita cari, kita perkosa saja’ tercatat dalam laporan,” ungkap Didi di hadapan media.
Pihak pelapor menyoroti tindakan kepala sekolah yang diduga membawa celurit tanpa sarungnya ke dalam ruangan saat peristiwa terjadi. Mereka mempertanyakan kelayakan tindakan tersebut dalam kapasitas sebagai pendidik.
Didi juga menyinggung perlindungan hukum terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama Pasal 18 ayat (1) mengenai larangan menghalangi kerja jurnalistik.
Menanggapi pernyataan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kediri, Adi Prayitno, yang menyebut insiden ini sebagai kesalahpahaman, Didi menegaskan bahwa ancaman dengan celurit merupakan bentuk nyata intimidasi.
“Jika ada tuduhan pemerasan, silakan dibuktikan. Dalam sistem hukum, yang menuduh harus membuktikan,” katanya.
Sementara itu, beredar informasi bahwa sejumlah organisasi pers, lembaga bantuan hukum, dan jaringan aktivis hak asasi manusia tengah menggalang kekuatan untuk menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Surabaya. Tuntutan utama dalam aksi tersebut adalah mendesak pencopotan Edi Suroto dari jabatannya sebagai kepala sekolah.
Terkait rencana aksi demonstrasi ini, redaksi masih menelusuri kebenaran dan konfirmasi resmi dari pihak-pihak terkait.
Di sisi lain, muncul dugaan kuat adanya koordinasi digital melalui dunia maya yang mengarah pada upaya sistematis membela pihak kepala sekolah. Ratusan akun buzzer diduga diterjunkan secara serempak, menyebarkan narasi pembenaran terhadap tindakan kepala sekolah dan menyerang kredibilitas LSM maupun media yang melaporkan kasus ini. Ribuan komentar bermuatan justifikasi terhadap oknum kepala sekolah terpantau muncul secara bersamaan di berbagai kanal media sosial.
Fenomena ini dinilai janggal, terutama karena terjadi di saat masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) tengah berlangsung, sehingga publik mencurigai ada kepentingan tertentu untuk menjaga citra lembaga.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak SMKN 1 Kota Kediri belum memberikan keterangan resmi. Kasus ini terus mendapat sorotan luas dari masyarakat sipil, organisasi jurnalis, dan pegiat HAM di wilayah Kediri Raya. (hamba Allah)