Proyek Jalan Rp3,9 Miliar Disorot, Akses Informasi Ditutup: Desa Pilang Kanor Layak Diaudit

Bojonegoro, Media Pojok Nasional –
Di Desa Pilang, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, praktik demokrasi menemukan bentuknya yang paling ringkas. Bertanya tidak perlu panjang, jawabannya juga singkat: blokir. Ketika uang rakyat sebesar Rp3.908.448.000 digunakan untuk membangun Jalan Rigid Beton melalui BKKD TA 2025, publik mencoba meminta penjelasan. Kepala Desa Pilang, Noto, gercep memutus komunikasi.

Tak perlu jauh-jauh membahas wartawan. Pedagang asongan, tukang pentol, pedagang pasar, siapa pun warga negara, punya hak yang sama untuk bertanya tentang proyek desa yang dibiayai uang negara. Hak itu melekat pada kewargaan, bukan pada profesi.

Konstitusi tidak membatasi hak memperoleh informasi hanya untuk kalangan tertentu. UUD 1945 Pasal 28F menjamin setiap orang berhak mencari dan memperoleh informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa penggunaan keuangan negara adalah informasi publik. Sementara itu, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mewajibkan transparansi dan partisipasi.

Artinya sederhana: siapa pun, termasuk pedagang kecil yang setiap hari menyumbang pajak lewat harga barang, berhak bertanya. Di Desa Pilang, hak itu tampaknya dijawab dengan keheningan yang diaktifkan cepat.

Sorotan terhadap proyek muncul dari temuan lapangan: tulangan beton dipertanyakan, stross tidak bekerja optimal, dowel dipasang tak seragam, dan panjang besi stross diduga hanya sekitar 50 cm. Semua ini menunggu satu hal yang paling dasar: penjelasan.

Namun penjelasan tak datang. Yang datang justru pemutusan komunikasi. Di sini, diam bukan akibat, diam adalah keputusan.

Kepala desa mengelola uang publik, digaji dari uang publik, dan seharusnya menjawab pertanyaan publik. Praktik di Pilang memberi tafsir baru: uangnya milik semua, jawabannya milik sendiri, dan bisa dihentikan dengan satu klik.

Ironinya, audit dana desa yang ramai diperdebatkan di tingkat nasional menemukan pembenarannya di lapangan. Bukan lewat spanduk, melainkan lewat tombol blokir.

Ketika pertanyaan, bahkan dari pedagang pasar, dibalas dengan sunyi, audit menjadi jalan pulang akal sehat. Audit diperlukan untuk:

  • Menguji kesesuaian pekerjaan dengan RAB dan spesifikasi teknis,
  • Menilai mutu dan umur layanan jalan,
  • Menghitung potensi kerugian keuangan negara,
  • Menilai kepatuhan prinsip transparansi dan akuntabilitas desa.

Di negara hukum, hak bertanya tidak mengenal seragam. Di pemerintahan terbuka, jawaban tidak boleh berhenti di blokir. Dan di Desa Pilang, publik kini belajar: bahkan tanpa kartu pers, bertanya tetap sah; yang tidak sah adalah menutupnya. (hambaAllah).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *