Gresik, Media Pojok Nasional –
Munculnya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas Pulau Tanjung Gaang, yang berlokasi di Desa Kumalasa, Bawean, Gresik, mengundang tanda tanya besar. Bagaimana mungkin tanah yang selama ini diketahui sebagai Tanah Negara tiba-tiba memiliki SHM dan bahkan muncul di sebuah situs jual beli dengan harga fantastis, Rp 32 miliar?.
Menurut informasi yang tercantum di situs jual beli tersebut, pulau ini disebut telah memiliki SHM yang sah, namun hal ini justru menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai proses perolehannya.

Proses Terbitnya SHM di Tanah Negara
Dalam regulasi pertanahan Indonesia, tanah negara tidak bisa serta-merta dialihkan menjadi tanah milik pribadi kecuali melalui prosedur tertentu. Proses pengajuan SHM pada tanah negara biasanya dilakukan dengan cara berikut:
- Permohonan Hak – Pihak yang ingin mendapatkan hak milik atas suatu tanah harus mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), disertai bukti penguasaan fisik yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum.
- Peninjauan Lapangan – BPN melakukan survei dan penelitian terhadap tanah yang diajukan untuk memastikan tidak ada sengketa serta melihat status tanah tersebut.
- Penerbitan Hak Milik – Jika memenuhi syarat, BPN dapat menerbitkan SHM setelah tanah tersebut beralih dari Tanah Negara menjadi tanah hak tertentu, seperti Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB), yang kemudian bisa ditingkatkan menjadi SHM.
Namun, dalam kasus Pulau Tanjung Gaang, jika benar tanah tersebut masih berstatus Tanah Negara, maka penerbitan SHM ini patut dipertanyakan dan diduga terjadi penyimpangan prosedural. Fakta bahwa situs jual beli mencantumkan informasi mengenai keberadaan SHM semakin memperkuat dugaan adanya praktik ilegal dalam peralihan status tanah ini.
Modus Kecurangan dalam Penerbitan SHM Tanah Negara
Bukan hal baru jika ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan celah hukum untuk memperoleh hak atas tanah negara dengan cara-cara yang tidak benar. Beberapa modus yang kerap terjadi antara lain:
Pemalsuan Dokumen – Menggunakan surat keterangan palsu yang seolah-olah menunjukkan penguasaan lahan dalam jangka waktu lama.
Kolusi dengan Pejabat BPN – Ada oknum yang bekerja sama dengan pejabat pertanahan untuk mempercepat atau memanipulasi proses penerbitan SHM.
Klaim Sepihak atas Tanah yang Tidak Bertuan – Mengklaim tanah yang belum memiliki sertifikat dengan dalih sudah dikuasai secara turun-temurun.
Penyalahgunaan Hak Veteran atau Hak Adat – Memanfaatkan nama-nama tertentu, seperti veteran TNI atau masyarakat adat, untuk mendapatkan sertifikat atas tanah yang sejatinya milik negara.
Reaksi Netizen,
Kasus ini mengundang reaksi keras dari masyarakat, terutama warga Bawean. Beberapa komentar yang mencerminkan kekecewaan dan keprihatinan di antaranya:
“Jangan dijual pak, itu asetnya Bawean. Bawean sudah kecil, masa asetnya dijual?”
“Jika hanya karena tanah milik veteran TNI bisa diperjualbelikan tanpa melihat dampak ke depannya, bagaimana dengan pulau tercinta kami, Pak?”
“Mafia Bawean mulai menampakkan wujudnya.”
“Seharusnya bukan hak milik, status akuisisi kepemilikan lahan itu yang menjadi pertanyaan juga sehingga ada yang ingin menjualnya kembali.”
Kasus ini perlu ditindaklanjuti dengan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang, termasuk BPN dan aparat hukum, untuk memastikan keabsahan sertifikat serta mencegah penjualan aset negara secara ilegal. Jika terbukti ada pelanggaran, maka pihak yang terlibat harus bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku. (hamba Allah).