Keluarga Korban Pencabulan Desak Polres Bangkalan Segera Tangkap Tersangka DPO

Bangkalan, Media Pojok Nasional — Penanganan kasus dugaan pencabulan terhadap pelajar perempuan di Kabupaten Bangkalan kian menuai sorotan publik. Terduga pelaku, Revi Maulana bin Alex Riskiyanto, disebut pihak keluarga korban telah resmi berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).

Namun hingga akhir November 2025, belum ada informasi penangkapan maupun tindakan hukum lanjutan yang dapat memastikan kepastian keadilan bagi korban.

Kasus yang diduga terjadi berulang sejak Oktober 2024 hingga Januari 2025 itu meninggalkan luka mendalam, tidak hanya secara psikologis tetapi juga sosial bagi korban yang masih di bawah umur.

Berdasarkan keterangan keluarga, perbuatan pelaku dilakukan melalui modus bujuk rayu, tekanan psikis, hingga ancaman, memanfaatkan kerentanan emosional korban. Akibatnya, korban kini harus menjalani kehidupan sebagai ibu muda bukan karena pilihan, melainkan karena dipaksa oleh keadaan.

Ironisnya, meski jeratan hukum tegas telah mengatur sanksi maksimal hingga 15 tahun penjara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 81 Ayat (2), keluarga korban menilai proses penegakan hukum justru berjalan lamban dan terkesan stagnan.

“Inilah yang membuat kami lelah. Pelakunya sudah jelas, statusnya DPO, tapi kenapa sampai sekarang tidak ditangkap?” ujar H (inisial), anggota keluarga korban, dengan nada penuh emosi saat ditemui Sabtu (29/11).

Ia menegaskan, keluarganya bukan meminta belas kasihan, melainkan kepastian hukum.

“Kami bukan minta dikasihani. Kami cuma minta keadilan.
Pelakunya masih ada di Bangkalan, bukan kabur jauh. Tapi hukum seperti diam. Kenapa tidak ditangkap?”

Pernyataan tersebut semakin menguatkan dugaan adanya kemandekan proses pengejaran tersangka. Keluarga juga mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum dalam menuntaskan perkara ini.

“Apa hukum hanya bekerja kalau ada uang?
Apa harus ada korban berikutnya baru polisi bergerak?” ungkap H lirih.

Menurut keluarga, sejumlah upaya formal sudah dilakukan: mulai dari pengajuan surat pengaduan kembali ke Kapolres Bangkalan, komunikasi ke Kodim setempat, hingga permohonan atensi kepada pihak pemerintah daerah. Namun hingga kini, mereka mengaku tidak menerima respons resmi maupun tindak lanjut konkret.

“Kami mengadu ke mana-mana, tapi seakan tidak ada yang mendengar.
Kami harus mengadu ke siapa lagi supaya hukum benar-benar berjalan?” keluhnya.

Situasi ini membuat keluarga korban merasa bahwa tak hanya pelaku yang menghancurkan masa depan sang anak, tetapi juga sistem yang membiarkan korban terkatung tanpa kepastian keadilan.

Trauma mendalam juga hingga kini terus menghantui korban.

“Setiap malam dia menangis.
Dia merasa hidupnya sudah selesai.
Sementara pelakunya masih bebas beraktivitas seolah tidak terjadi apa-apa,” tutur keluarga.

Kasus tersebut kini tak lagi sekadar tragedi keluarga, melainkan berubah menjadi pertanyaan publik tentang keberpihakan hukum di Bangkalan:
apakah aparat benar-benar hadir untuk rakyat kecil, ataukah hukum hanya bergerak ketika perkara memiliki kepentingan besar?

Upaya konfirmasi kepada aparat kepolisian juga telah dilakukan. Kasatreskrim Polres Bangkalan AKP Hafid melalui pesan singkat menyampaikan arahan agar melanjutkan menggali keyerangannya melalui bagian humas Mapolres.

“Silakan komunikasi dengan Kasi Humas.” kata dia mengarahkan.

Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Humas Polres Bangkalan terkait perkembangan pengejaran DPO maupun kendala teknis penanganan perkara tersebut.

Keluarga korban menegaskan tidak akan berhenti bersuara.

“Kami tidak mau kasus ini menjadi cerita yang dilupakan.
Kami akan terus bicara sampai hukum benar-benar berjalan. Karena yang dirampas bukan hanya tubuh anak kami, tapi masa depannya,” tutur mereka menutup pernyataan.

Kini masyarakat menunggu
akankah aparat benar-benar bertindak menegakkan hukum? Ataukah kasus ini akan bergeser menjadi satu lagi catatan kelam keadilan yang tertunda di Bangkalan?

Waktu akan menjawab.
Namun bagi keluarga korban, kesabaran sudah berada di ambang batas.
(Hanif)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *