Sanyoto “Kencingi” Hukum, Ketika Mafia Solar Diduga Menantang Negara Secara Terbuka

Kediri,Media Pojok Nasional – Dugaan penyelewengan BBM subsidi jenis solar di Kabupaten Kediri telah memasuki fase paling memalukan bagi penegakan hukum. Nama Sanyoto, yang disebut-sebut sebagai pengendali jaringan mafia BBM subsidi, mencuat sebagai simbol pembangkangan terang-terangan. Cara beroperasinya yang brutal, terbuka, dan berulang diterjemahkan publik sebagai tindakan “mengencingi hukum”, seolah aturan negara tidak lebih dari kertas basah yang bisa diinjak dan diabaikan.

Berdasarkan temuan lapangan, Sanyoto diduga menjalankan operasi ilegal secara sistematis, borong solar subsidi, menimbun, memindahkan, lalu menjual kembali dengan margin berlapis. Praktik ini berjalan lama dan rapi, memunculkan kesan kuat bahwa pelaku merasa aman, kebal, dan tak tersentuh. Dalam bahasa publik, ini bukan sekadar pelanggaran: ini pembangkangan, kencingi hukum di hadapan negara.

Kesaksian menyebut adanya intimidasi dan dugaan kekerasan fisik terhadap sopir yang berada dalam kendali jaringan. Pola ini memperlihatkan watak kejahatan terorganisir: teror dipakai untuk menjaga disiplin, hukum diperlakukan sebagai penghalang yang boleh disingkirkan. Jika benar, maka yang terjadi bukan hanya kejahatan migas, melainkan penghinaan terhadap supremasi hukum.

Jejak distribusi mengarah ke gudang di Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, yang diduga menjadi pusat penimbunan solar subsidi ilegal. Dari titik ini, BBM bersubsidi, hak rakyat kecil, diubah menjadi komoditas hitam. Gudang tersebut kini dipandang sebagai saksi bisu praktik “kencingi hukum” yang berlangsung tanpa rasa takut.

Modus yang terungkap menunjukkan pembelian estafet dari SPBU menggunakan truk dan truk box kuning, harga resmi Rp6.800/liter, dipindahkan ke truk tangki PT Agung Pratama Energi yang diduga terhubung dengan Budi, pengusaha asal Jawa Tengah.
Solar dijual Rp8.500–Rp8.700/liter, lalu dilepas ke industri Rp11.000–Rp13.500/liter.

Ini bukan bisnis normal, ini penjarahan subsidi dengan estimasi kerugian negara ratusan juta rupiah per bulan.
Rakyat Menjerit, Kejahatan Berpesta
Di akar rumput, solar subsidi langka. Petani dan pelaku UMKM kehabisan haknya. Kontrasnya telak: rakyat antre, mafia tertawa. Ketimpangan ini memperkeras persepsi publik bahwa hukum sedang dipermainkan.

Seluruh rangkaian dugaan ini berpotensi melanggar UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp60 miliar. Publik kini mendesak Kapolri, Propam Mabes Polri, BPH Migas, dan Kejaksaan Agung untuk bertindak tegas, membuka alur uang, menyita aset, dan menetapkan target utama penegakan hukum tanpa pandang bulu.

“Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka pesan yang sampai ke publik jelas: hukum boleh dikencingi, asal kejahatan cukup rapi.”

Kasus ini telah berubah menjadi ujian martabat negara. Hukum harus berdiri, atau kepercayaan publik runtuh. Penindakan nyata dan transparan adalah satu-satunya jawaban untuk menghentikan praktik yang dinilai publik sebagai penghinaan terbuka terhadap hukum.
(Tim Redaksi)
Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *