Oleh: Faizuddin FM
Pakar Jurnalistik – LBHAM
Jombang,Media Pojok Nasioanal –
Persoalan sampah yang merajalela di seluruh pelosok Kabupaten Jombang tidak dibarengi dengan respon cepat dari bupati. Dalam skema pemerintahan, pengelolaan sampah termasuk tanggung jawab paling dasar, namun tidak ditemukan langkah cepat, tanggap, maupun terukur dari Bupati Jombang untuk menanggulanginya.

Sejak awal tahun 2025 hingga pertengahan Juni, TPS liar terus bertambah di 306 desa yang tersebar di 21 kecamatan. Tumpukan sampah berada di ruas jalan utama hingga gang permukiman warga. Kondisi ini bukan bencana alam. Ini murni kegagalan fungsi administrasi.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 63 ayat (2) menyatakan bahwa bupati/walikota bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup, termasuk pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan. Sampah adalah bagian langsung dari pengelolaan lingkungan.
Namun berdasarkan pantauan lapangan dan laporan warga, tidak ada sistem pengawasan berjalan. Tidak ditemukan publikasi rencana aksi. Tidak ada bukti Bupati Jombang menjalankan fungsi pengendalian terhadap masalah ini.
UUD 1945 Pasal 28H Ayat (1) memberi jaminan kepada setiap warga negara atas lingkungan hidup yang sehat. Jaminan ini tidak berdiri sendiri. Dalam kerangka negara kesatuan, tanggung jawab pemenuhannya dibebankan pada kepala daerah sebagai pemegang mandat konstitusional di level kabupaten.
Lebih lanjut, Perda Kabupaten Jombang Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah mewajibkan Pemkab memastikan sistem pengumpulan, pengangkutan, hingga pembuangan akhir berjalan di seluruh wilayah. Tapi di lapangan, tidak ada sistem. Yang ada hanyalah tumpukan.
Bupati Jombang tidak menunjukkan gerak cepat terhadap persoalan yang paling ringan: sampah. Ini bukan isu kompleks. Bukan urusan lintas sektor. Ini tugas mendasar pemerintahan daerah.
Lambatnya tindakan bupati bukan hanya menyebabkan pencemaran lingkungan, tetapi juga menyebabkan mandeknya peran OPD teknis. Tanpa komando kepala daerah, perangkat struktural berhenti bekerja.
Situasi ini menunjukkan kerusakan sistemik akibat tidak adanya arah kebijakan. Pemdes tidak berjalan. Kecamatan tidak punya perintah. DLH tidak bergerak. Dan semua bermuara pada bupati yang tidak mengambil alih situasi.
Dalam konteks hukum administrasi negara, kepala daerah yang membiarkan pelanggaran perda tanpa sanksi, telah melanggar prinsip kepatuhan struktural. Tidak bisa dibiarkan.
Fakta menunjukkan: tidak ada intervensi nyata dari Bupati Jombang terhadap krisis sampah. Tidak ada pengawasan. Tidak ada eksekusi. Tidak ada kontrol. Dan ketika pemerintahan tidak menjalankan tugas paling dasar, maka sistem telah lumpuh dari pucuknya.
Red.