Lamongan,Media Pojok Nasional –
Jalan rabat beton Desa Mojosari, Kecamatan Mantup, yang dibiayai Dana Desa tahun 2025 senilai Rp100 juta, berubah jadi bukti kasar dari kelalaian, manipulasi, dan buruknya pengawasan. Panjang 44 meter, lebar 3,8 meter, tinggi 15 cm—tapi hasilnya retak, rapuh, dan memalukan.
Mari bicara angka. Dengan spesifikasi tersebut, kebutuhan bahan dan tenaga kerja standar nasional hanya menghabiskan sekitar Rp58 juta – Rp62 juta. RAB riil tergantung harga satuan lokal, namun tetap jauh di bawah Rp100 juta. Artinya, ada selisih tak wajar sebesar Rp38 juta – Rp42 juta. Ini bukan salah hitung. Ini potensi penggelembungan.

Lebih parah lagi, tahapan konstruksi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya: tidak ada pemadatan tanah dasar, tidak ditemukan pondasi bawah (subbase), tanpa tulangan besi, mutu beton diduga jauh dari standar (K225), dan tak dilakukan curing beton setelah pengecoran.
Retakan di permukaan bukan akibat usia, melainkan hasil dari pekerjaan yang sembrono. Beton terlalu encer, pengecoran dibiarkan tanpa perawatan, dan mungkin langsung dilalui kendaraan sebelum beton mengeras sempurna. Semua tanda-tanda proyek gagal produksi—tapi dana 100 juta sudah cair habis.
Saat hendak dikonfirmasi Rabu (16/4/2025), Kepala Desa Abdul Rokhim tidak ada di kantor. Ia juga dikenal jarang hadir di jam kerja, justru lebih sering terlihat datang malam hari. Sebagai Ketua AKD Mantup, ironisnya, ia tak pernah sekalipun menginisiasi rapat koordinasi antar kepala desa. Kepemimpinannya seperti proyek rabat yang dibangunnya: kosong di dalam, rapuh di luar.
Uang rakyat ditelan, jalan retak, pemimpin menghilang. Yang tersisa hanya jejak anggaran yang tak bisa dipertanggungjawabkan—dan retakan kepercayaan warga yang makin melebar.
Jika sistem dibiarkan begini, hari ini jalan yang retak. Besok, desanya yang ambruk.
Red.