Jakarta, Media Pojok Nasional –
Pernyataan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali menjadi sorotan tajam di tengah meningkatnya tensi konflik global antara Iran dan Israel. Dalam pidato pembukaan Indo Defence 2025 pada 11 Juni lalu, sebelum pecahnya eskalasi Timur Tengah, Prabowo menyatakan dengan gamblang bahwa Indonesia siap menghadapi ancaman perang jika kedaulatan negara terganggu.
“Indonesia tidak ingin perang, tapi kalau dipaksa, kita akan bertempur. Kalau kedaulatan kita terancam, kita tidak akan mundur,” ujar Prabowo di hadapan jajaran militer, diplomat, dan perwakilan industri pertahanan internasional.
Ia menegaskan pentingnya investasi besar-besaran di sektor pertahanan nasional. Menurutnya, kesiapsiagaan militer bukan sekadar simbol, tetapi benteng nyata dari potensi penjajahan ulang oleh kekuatan asing.
Dalam pidatonya, Prabowo juga mengungkap hasil riset yang menyebut kekayaan Indonesia telah dirampas sebesar 31 triliun dolar AS selama masa kolonial, atau sekitar 18 kali lipat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini. Ia menyatakan, jika kekayaan itu tetap berada di tangan bangsa sendiri, Indonesia sudah menjadi salah satu negara dengan GDP per kapita tertinggi di dunia.
“Sejarah mengajarkan kita satu hal: kalau kita lemah, kita akan dijajah. Kalau kita tidak siap, kita akan dikuasai kembali,” katanya tegas.
Pidato Prabowo ditutup dengan kalimat yang menggema kuat di ruang sidang dan publik nasional:
“Daripada dijajah kembali, lebih baik kita mati. Kita tidak mau disuruh-suruh oleh siapapun.”
Pernyataan ini muncul di tengah ancaman global yang semakin nyata, dengan potensi konflik terbuka di berbagai belahan dunia. Indonesia, negara dengan sumber daya alam melimpah dan posisi strategis di jalur maritim internasional, bukan tidak mungkin menjadi incaran kekuatan asing.
Pesan Presiden Prabowo menjadi sinyal keras: era pasifisme sudah lewat, era pertahanan total telah dimulai.
Indonesia sedang bersiap. Siapa pun yang mencoba masuk, akan menghadapi perlawanan. (hamba Allah).