Jakarta, Media Pojok Nasional – Kasus dugaan pemerasan dan penganiayaan yang melibatkan Septriana Tangkary, seorang staf ahli di Kementerian Ekonomi, memasuki babak baru yang semakin serius.
Laporan yang diajukan oleh Fikka Novita (35) mengungkap serangkaian tindakan intimidasi, kekerasan, hingga dugaan pemerasan yang kini mengancam Septriana dengan hukuman pidana maksimal sembilan tahun penjara.
Menurut laporan kepolisian, kasus ini bermula dari dugaan motif cemburu. Kuasa hukum korban, Lis Sugianto, menjelaskan kronologi kejadian yang terjadi pada 11 Juni 2025.
Septriana mendatangi Fikka di kantornya dan melakukan penganiayaan fisik. Puncak dari aksi ini terjadi pada malam harinya. Septriana, ditemani empat orang lainnya, kembali melabrak Fikka di apartemennya di Grogol.
Di sana, mereka diduga melakukan perampasan ponsel dan kekerasan di dalam mobil. Tak berhenti sampai di situ, Septriana juga dituduh mengacak-acak kamar kos Fikka dan mengambil uang tunai senilai Rp20 juta.
*Saksi Kunci Mangkir, Polisi Siapkan Panggilan Paksa*
Proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Pusat mulai menemukan titik terang. Surat perkembangan hasil penyelidikan menyebutkan nama Septriana Tangkary sebagai terduga pelaku.
Namun, jalannya penyelidikan terhambat oleh mangkirnya seorang saksi kunci, M. Rully Agus Purna Irawan, yang tidak memenuhi panggilan polisi. Ketidakhadiran Rully memunculkan spekulasi tentang potensi keterlibatannya atau informasi penting yang ia simpan.
Oleh karena itu, polisi berencana melakukan panggilan ulang terhadap Rully dan Septriana untuk dimintai klarifikasi. Jika panggilan kedua kembali diabaikan, pihak kepolisian tidak akan ragu untuk mengeluarkan surat panggilan paksa demi menuntaskan kasus ini.
Tak Ada yang Kebal Hukum, terlapor kini terancam Pasal 368 KUHP. Kasus ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan seorang pejabat publik. Lis Sugianto menegaskan bahwa kasus ini membuktikan tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk pejabat.
Septriana Tangkary, yang kini terancam pidana, dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman kekerasan. Ancaman hukumannya tidak main-main, yaitu pidana penjara maksimal sembilan tahun.
Terbaru, saat awak media meminta komentar Septriana Tangkary terkait laporan kepolisian yang sudah masuk tahap pemeriksaan saksi tersebut, dirinya meminta wartawan untuk menghubungi kuasa hukumnya. Namun hingga berita ini di update kuasa hukum Septriani belum juga memberikan respon terhadap awak media meski sudah dilakukan konfirmasi lewat nomor yang dikirimkan Septrini.
Sepertinya Polisi berkomitmen untuk melanjutkan penyelidikan secara transparan dan profesional, serta mengimbau masyarakat untuk memberikan informasi yang relevan untuk membantu pengusutan kasus ini. Sementara itu Kemenkraf sendiri belum memberikan tanggapan resmi hingga kini.
Red.