Surabaya, Media Pojok Nasional –
Di sebuah sudut tenang Pondok Benowo Indah, Kecamatan Pakal, Rabu, (14/52025), suasana terasa hangat namun serius. Pengurus Pojok Nasional duduk melingkar, secangkir kopi di tangan, tetapi yang lebih bergelora adalah gagasan-gagasan yang dilempar ke meja. Mereka tak sedang rapat formal, tapi tengah menata ulang peta arah sebuah media yang lahir dari semangat intelektual dan keberpihakan.

Pimpinan Redaksi Widji Utomo membuka diskusi tanpa basa-basi. “Media ini bukan mesin sensasi. Kita berdiri untuk nalar, untuk kebenaran.” Kalimat itu langsung mengunci arah pembicaraan: mempertajam posisi editorial, memperkuat keberanian investigasi, dan membentengi diri dari godaan kompromi dengan kekuasaan.
Turut hadir Komisaris Idas, Pendiri Gultom yang dikenal tajam dalam menganalisis lengkap media, Marianus yang membawa perspektif akar rumput, bendahara Nurlaila yang menjabarkan kondisi finansial dan skema transparansi, serta Bang Mali yang menyoroti pentingnya penguatan kapasitas jurnalis lapangan.
Diskusi bergulir tentang perlunya membangun pusat data investigatif, mengembangkan jaringan kontributor daerah, serta memperkuat identitas Pojok Nasional sebagai media dengan pijakan moral yang jelas: tajam, jujur, dan berpihak kepada publik kecil yang kerap disingkirkan narasi besar.
Ngopi malam itu bukan seremoni, melainkan konsolidasi. Bukan membahas konten viral, tapi merumuskan keberanian baru. Di tengah derasnya informasi palsu dan media yang kian permisif, Pojok Nasional mengambil sikap: menjadi suara yang bersih, kritis, dan tak tunduk pada arus.
Malam ditutup tanpa sorak, tapi dengan satu kesepahaman: media yang bertahan bukan yang paling besar, tapi yang paling jujur pada misinya.
Red.