Lurah Iwan Berdiri di Genangan, Negara Tertinggal di Hulu Masalah Banjir Gresik

Gresik, Media Pojok Nasional –
Banjir kembali menggenangi Desa Bulurejo, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik. Air naik tanpa peringatan, menutup akses jalan, merendam rumah warga, serta melumpuhkan sawah dan tambak. Peristiwa ini bukan anomali cuaca, melainkan pola tahunan yang terus berulang dan belum pernah dituntaskan secara sistemik.

Di tengah genangan air, Kepala Desa Bulurejo Imam Sofwan, akrab disapa Lurah Iwan, berada langsung di lokasi terdampak. Kehadiran itu bukan seremoni. Ia menyaksikan sendiri dampak banjir dan menyampaikan kondisi lapangan melalui unggahan story WhatsApp yang lugas dan faktual:
“Air naik tanpa pamit. Desa dan warga terdiam pasrah. Sawah, tambak, rumah, dan doa larut dalam banjir yang sama. Di genangan air kami bertahan, berharap air cepat surut dan banjir tak ada lagi di desa kami.”

Pernyataan tersebut adalah ringkasan realitas struktural yang selama ini diabaikan. Bulurejo merupakan salah satu wilayah di Gresik yang terdampak banjir hampir setiap tahun. Banjir telah menjelma menjadi tamu tahunan sekaligus momok, hadir konsisten tanpa solusi permanen. Fakta yang tak terbantahkan: pergantian bupati tidak pernah memutus siklus ini.

Jika banjir terus berulang dengan pola yang sama, maka persoalannya bukan lagi pada hujan. Secara teknis, kegagalan terletak pada tata kelola drainase regional, pengendalian daerah aliran sungai, dan kebijakan tata ruang yang tidak terintegrasi. Selama pendekatan yang digunakan bersifat sektoral dan jangka pendek, banjir akan tetap menjadi konsekuensi logis dari kebijakan yang tidak selesai di hulu.

Kehadiran Lurah Iwan di tengah genangan air justru memperjelas kontras kepemimpinan. Di tingkat desa, pemimpin hadir secara fisik dan sosial. Di tingkat kebijakan yang lebih tinggi, penyelesaian berhenti pada respons darurat dan retorika tahunan. Ini bukan soal empati semata, melainkan kegagalan struktural dalam manajemen risiko bencana.

Dampak banjir Bulurejo terukur dan nyata, produktivitas pertanian terganggu, tambak terendam, mobilitas warga terhambat, dan beban ekonomi rumah tangga meningkat. Tanpa intervensi kebijakan berbasis data, normalisasi saluran, peningkatan kapasitas drainase, penataan ruang berbasis risiko, banjir akan terus berulang dan kerugian akan terus diproduksi setiap tahun.

Unggahan Lurah Iwan tidak mencari simpati. Ia justru membuka fakta yang selama ini disamarkan oleh rutinitas. Bahwa banjir di Gresik bukan bencana alam yang tak terelakkan, melainkan akumulasi keputusan yang tidak pernah dituntaskan.

Lurah Iwan berdiri di genangan air. Itu fakta.
Yang absen adalah keberanian kebijakan untuk menyelesaikan masalah dari hulunya. (hambaAllah).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *