Batam, Kepulauan Riau, Media Pojok Nasional – Sebuah insiden kekerasan yang melibatkan tenaga kerja asing (TKA) asal Vietnam di First Club Batam kembali menyulut amarah publik. Seorang DJ lokal menjadi korban pemukulan brutal oleh sejumlah pekerja asing yang bekerja sebagai Lady Companion (LC), sebuah posisi yang secara hukum tidak diperkenankan diisi oleh TKA menurut peraturan ketenagakerjaan dan keimigrasian di Indonesia. 07 – 06 – 2025.
Korban saat ini menjalani perawatan intensif di RS Awal Bros Batam akibat luka-luka memar di wajah, tangan, dan kaki. Wajahnya tampak lebam dan menunjukkan jelas bekas kekerasan fisik yang tidak manusiawi. Sementara itu, beberapa pelaku, yang merupakan warga negara asing, dilaporkan sempat mencoba melarikan diri melalui Pelabuhan Harbour Bay, namun berhasil diamankan oleh pihak Polsek Lubuk Baja.
Tanda Tanya Besar: Di Mana Fungsi Pengawasan?
Kasus ini bukan insiden pertama yang menyeret nama First Club Batam dalam dugaan pelanggaran hukum. Laporan dari berbagai media dan aktivis lokal selama bertahun-tahun menunjukkan pola pelanggaran yang berulang: mulai dari penyalahgunaan visa, pengisian jabatan terlarang oleh TKA, hingga dugaan pembiaran oleh aparat terkait.
Ironisnya, posisi seperti LC, sales, hingga manajer yang diduduki oleh WNA di klub malam tersebut jelas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama Pasal 46 yang secara tegas membatasi jabatan yang boleh diisi oleh tenaga kerja asing.
Lebih mencurigakan lagi, berdasarkan informasi yang beredar, sebagian besar dari TKA tersebut hanya mengantongi visa kunjungan, bukan visa kerja yang sah. Jika benar demikian, ini adalah bentuk pelanggaran keimigrasian yang serius dan sistemik.
“Ini bukan soal satu dua orang. Ini sudah jadi skema. Pihak imigrasi tahu, dinas tenaga kerja tahu, tapi tidak ada tindakan. Pertanyaannya: kenapa? Apakah ada pembiaran atau justru ada keterlibatan?” tegas seorang aktivis senior di Batam yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kekerasan Fisik: Lebih dari Sekadar Pelanggaran Administratif
Tindakan pemukulan terhadap warga negara Indonesia oleh WNA adalah pelanggaran serius terhadap hukum pidana. Insiden tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kekerasan yang diatur dalam:
Pasal 170 KUHP: Kekerasan secara bersama-sama terhadap orang di muka umum.
Pasal 351 KUHP: Penganiayaan yang menyebabkan luka-luka.
Pasal 358 KUHP: Penganiayaan ringan.
Jika pelaku adalah WNA, maka aspek keimigrasian turut menguatkan pelanggaran yang terjadi. Berdasarkan Pasal 75 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, WNA yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum dapat dikenai sanksi administratif, termasuk deportasi.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam maupun dari Dinas Tenaga Kerja Kota Batam terkait langkah tegas atas peristiwa ini. Masyarakat pun mulai mempertanyakan: apakah benar ada pembiaran? Bahkan, sebagian menduga adanya upaya penutupan kasus oleh oknum di instansi terkait.
Dugaan Kuat Adanya Pembiaran atau Perlindungan
Banyak pihak menilai bahwa kasus ini tidak mungkin terus berlangsung tanpa adanya pembiaran atau bahkan perlindungan dari oknum aparat. Beberapa aktivis dan pengamat hukum menyuarakan bahwa ini bisa masuk ke dalam ranah dugaan korupsi dan kolusi, mengingat sudah banyak laporan media dan keluhan masyarakat namun nihil tindakan konkret.
“Kalau benar visa mereka hanya visa kunjungan, dan mereka bekerja sebagai LC di klub malam, ini pelanggaran terang-terangan. Tapi kenapa tidak pernah ada razia? Tidak ada tindakan hukum? Apakah pihak imigrasi tidak tahu, atau justru pura-pura tidak tahu?” kata seorang tokoh masyarakat yang juga mantan pejabat pemerintah daerah.
Bahkan beberapa sumber menyebut bahwa nama-nama pelaku kekerasan sempat “hilang” dari daftar TKA yang resmi tercatat di Batam. Ini menambah kecurigaan publik bahwa ada upaya sistematis untuk melindungi pelaku dan menutupi keberadaan TKA ilegal.
Saatnya Hukum Ditegakkan: Tidak Ada Tempat bagi Pelanggar
Publik Batam kini menanti langkah nyata dari para penegak hukum. Tindakan kekerasan dan pelanggaran keimigrasian oleh TKA tidak boleh dianggap enteng. Ini bukan hanya soal keamanan, tetapi juga soal kedaulatan hukum dan martabat negara.
Jika aparat terkait terus diam, maka wajar jika muncul spekulasi bahwa ada relasi “khusus” antara oknum pengusaha hiburan malam dan aparat pengawas.
“Negara tidak boleh kalah oleh kekuatan uang. Siapapun pelakunya—WNI atau WNA—harus diproses hukum secara terbuka. Kalau aparat tidak bertindak, kami rakyat yang akan bertindak.” tutup seorang aktivis dalam konferensi pers lokal.
Penutup: Desakan Publik untuk Transparansi
Kasus ini harus menjadi momentum perbaikan menyeluruh dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap TKA di Batam, terutama di sektor hiburan malam yang selama ini dianggap sebagai “zona abu-abu” hukum. Imigrasi, Dinas Tenaga Kerja, dan Kepolisian wajib membuka data, bertindak transparan, dan menjatuhkan sanksi tegas tanpa pandang bulu.
Rakyat sedang menonton. Dan kepercayaan publik sedang dipertaruhkan.
Red.