Mojokerto, Media Pojok Nasional –
Kepala Desa Madureso, Suwarno, secara terang-terangan telah keluar jalur hukum. Dalam proyek Rabat Beton di Dusun Gogor yang dibiayai Dana Desa, tak ada papan informasi, tak ada prasasti, dan tak ada transparansi. Ini bukan lagi sebatas kelalaian—ini adalah pelanggaran nyata terhadap hukum yang berlaku di Republik ini.
Sesuai Pasal 15 huruf c dan d Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa, setiap kegiatan pembangunan yang menggunakan Dana Desa wajib memasang papan informasi kegiatan dan membuka akses informasi kepada masyarakat secara transparan. Tak dilakukan? Itu artinya pelanggaran administratif yang bisa berujung pada sanksi pidana jika terbukti menimbulkan kerugian negara.
Lebih jauh, tindakan menutup-nutupi informasi publik juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam Pasal 52, disebutkan bahwa Setiap orang yang dengan sengaja menghambat hak atas informasi publik dapat dipidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 juta.
Namun yang terjadi di lapangan, Suwarno justru menanggapi konfirmasi wartawan dengan ucapan meremehkan:
“Wartawan iku senengane takok tok, sak iki awakmu ae seng dadi lurah gantiin aku.”
Alih-alih menjawab, Suwarno menyembunyikan data dan malah mengeluh soal beratnya jabatan, padahal amanah rakyat bukan ruang curhat.
Camat Dawarblandong juga layak disorot. Dalam kapasitasnya sebagai pengawas penyelenggaraan pemerintahan desa, Camat justru tidak menunjukkan taringnya. Hingga proyek berjalan tanpa informasi terbuka, tidak ada teguran, tidak ada pembinaan, tidak ada tindakan.
Inspektorat Kabupaten Mojokerto? Lebih parah. Lembaga yang seharusnya menjadi auditor internal Pemerintah Daerah ini seperti tenggelam bersama data yang dikubur oleh para pelanggar aturan. Kemana pengawasan berkala? Kemana laporan hasil audit? Atau semua ikut tenggelam dalam lingkar pembiaran?
Kini, publik menunggu ketegasan dari Bupati Mojokerto. Jika suara rakyat tak mampu mengetuk pintu pendopo, maka biarlah hukum yang mengetuk.
Sanksi administratif, pencopotan, hingga jerat pidana menanti mereka yang menyalahgunakan kewenangan dan menginjak aturan negara.
Madureso bukan panggung eksperimen kekuasaan. Ini adalah wilayah hukum. Dan bila hukum dilanggar terus-menerus, maka Mojokerto bukan lagi kabupaten, tapi ladang kejahatan yang dibiarkan.
Red.