Gresik, Media Pojok Nasional –
Ketika Fisik Bangunan Proyek desa ambrol dalam waktu singkat, publik berharap ada klarifikasi dari pejabat setempat. Tapi yang terjadi justru lebih tragis dari jalan retak: nomor wartawan diblokir. Yes, diblokir seperti mantan yang suka nagih utang.

Adalah Murtazam, Kepala Desa Grejeg, Kecamatan Tambak, yang tampaknya sedang melakukan diet komunikasi. Dihubungi wartawan buat tanya soal proyek pelengsengan Rp100 juta dari Pemprov Jatim, yang katanya baru dibangun tapi udah hancur, Ia malah memilih jurus pamungkas: “blokir langsung, tanpa banyak tanya.”
Proyek TPT yang rusak itu kabarnya bukan pembangunan baru, tapi hanya bangunan lama yang didempul pakai harapan dan semen tipis—mungkin setipis kesabaran warga.
Mereka heran, kenapa proyek 100 juta rupiah cuma bertahan seumur kecambah?
Sementara itu, sang Kades justru bertingkah seperti aplikasi premium: susah diakses dan harus dilink dulu buat bisa ngomong.
Mari kita luruskan: blokir wartawan bukan solusi, itu cuma cara licik untuk pura-pura tidur di tengah kebakaran.
Karena kalau seorang kepala desa takut ditanya soal anggaran publik, pertanyaannya jadi berubah: yang dibangun itu jalan atau dosa berjamaah?
Dalam dunia normal, adab pejabat diukur dari kesediaan menjawab, bukan dari kecepatan menghindar.
Tapi mungkin bagi Murtazam, blokir adalah bentuk komunikasi modern: diam adalah emas, mute adalah keselamatan.
Undang-undang sih sudah jelas: menghalangi kerja wartawan bisa dipidana. Tapi mungkin beliau mengira UU itu hanya berlaku di kota.
Di desa, katanya, cukup dengan “blokir dan tutup jendela”.
Padahal jurnalis bukan debt collector. Mereka cuma pengen tahu: kenapa proyek negara lebih cepat rusak dari hubungan LDR?
Kalau proyek bisa ambrol dalam hitungan minggu, dan kepala desa bisa hilang dalam hitungan detik saat dihubungi media, apa yang bisa dipercaya?
Semen? Anggaran? Atau… status online yang ujung-ujungnya centang satu?
Satu pelajaran dari kasus ini:
Kalau nggak siap ditanya soal dana publik, mungkin Anda lebih cocok jadi pemain sulap. Bukan pejabat publik. (hamba Allah).