Gresik – Media Pojok Nasional – Buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang marak diperjualbelikan di sejumlah SDN di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Gresik , belakangan ini menjadi sorotan ( publik ) sejumlah pihak dan pemerhati pendidikan.
Aktifitas dugaan penjualan puluhan ribu buku LKS dari hasil pemantauan awak media Pojok Nasional, di sekolah sangat meresahkan dan memberatkan orang tua siswa siswi, sementara LKS itu tidak serta merta dapat menunjang prestasi belajar siswa.
Sebagai testimoni, jual beli buku LKS itu marak terjadi dan nyaris di seluruh SDN di wilayah Kecamatan Mengganti kabupaten Gresik. Diketahui Buku LKS yang diperjual belikan ditingkat SDN di wilayah Kabupaten Gresik.
“LKS tidak diperlukan lagi, karena seharusnya latihan-latihan itu dibuat sendiri oleh guru. Sebab dalam kurikulum baru tidak ada lagi LKS. Kalau ada, itu kesalahan dan harus dihentikan. Penggunaan buku LKS tentu akan mengubah filosofi cara belajar siswa aktif menjadi pasif, sehingga sistim pembelajaran yang harusnya mengutamakan diskusi antar guru dan teman di kelas tidak berjalan dengan baik,” ujar Hanif. S.
Masih kata Hanif .S , jual beli buku LKS di lingkungan sekolah itu dilarang, sesuai PP No.17 tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dimana Pasal 181 disebutkan, Pendidik dan tenaga kependidikan baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, dan pakaian seragam di tingkat satuan pendidikan.
“Yang diperbolehkan adalah LKS itu dibuat oleh guru atau melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) terkait untuk tingkat SLTP dan Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk SD. Kemudian dalam regulasinya dana BOS juga dapat dimanfaatkan untuk membuat LKS guna menunjang aktivitas belajar siswa, sehingga siswa sama sekali tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun terkait LKS itu,” tandasnya.
Larangan jual beli LKS itu juga mengacu pada Permendiknas No.2 tahun 2008, tentang Buku Junto Pasal 11, Permendikbud RI No.75 tahun 2016, tentang Komite Sekolah Juntoo Pasal 198 sangat jelas melarang buku LKS, sehingga tidak ada alasan bagi sekolah untuk menggunakan buku LKS serta SE No.303/420.DP/TK.SD/2012 terkait larangan pungutan dan penjualan LKS, ditegaskan bahwa guru tidak dibenarkan memperjualbelikan serta tidak menjadikan LKS sebagai materi utama dalam pembelajaran dan bahan pekerjaan rumah (PR) siswa.
Larangan itu tak hanya berhenti pada guru, karyawan dan komite sekolah, tetapi berlaku juga bagi koperasi yang berada di lingkungan sekolah. Kecuali jika koperasi itu memang dikelola secara independen atau tanpa ada keterlibatan guru, karyawan dan komite sekolah. Itu pun, harus disertakan keterangan bahwa siswa tidak diwajibkan untuk membeli.
Sejumlah sumber yang mengetahui seluk beluk hal ini, kepada awak media membeberkan, biasanya setiap awal tahun ajaran baru atau awal semester seluruh wali kelas mewanti-wanti kepada para siswa dan siswi masing-masing agar memberitahu para orang tuanya, untuk menyediakan uang secukupnya untuk belanja buku LKS dari penerbit tertentu yang telah disediakan sekolah.
Di pihak lain, ada sekumpulan “Predator” yang memanfaatkan momentum ini untuk mencari mangsanya. Siapa saja mereka ini?
Ada pihak distributor yang bersimbiosis mutualisme dengan oknum Kepala Sekolah dan guru lainnya. Distributor sebagai kaki tangan penerbit dengan piawai mendekati Kepala Sekolah, menawarkan sejumlah fee dan potongan rabat atau yang sering dilakukan dengan menentukan harga modal.
Kepala Sekolah dengan kewenangannya melakukan kalkulasi dan melihat ada sejumlah keuntungan dari modus bisnis haram ini, dengan senang hati menjadikan sekolahnya sebagai “Toko Bukunya” para distributor.
Sungguh ironi memang, kaum intelektual yang lazim disebut pahlawan tanpa tanda jasa itu harus rela menggandaikan harga dirinya dan mengesampingkan hati nuraninya demi seonggok “Fulus”.
Masih kata sumber praktik jual beli seragam, buku pelajaran dan LKS yang dilakukan pihak sekolah merupakan tindakan mal administrasi, sebuah pelanggaran administrasi. Hingga bisa dikatakan sebagai tindakan pungutan liar (pungli), yang patut dikenakan sanksi bagi pelakunya sesuai PP Nomor 52 tahun 2010 tentang Displin PNS.
Saat Tim investigasi Media Pojok Nasional dan Lembaga LP KPK menghubungi K3S Pak Kepsek Mujiono terkait temuan awak media terkait buku LKS yang berada di wilayah mengganti pak kepsek Mujiono membalas WhatsApp dari awak media dengan kata – kata blz chat dibicarakan dengan K3S kecamatan aja mas pak Maskuri “pesan singkat dari K3S pak kepsek Mujiono. Selasa ( 01/10/2024 ).
Dan Tim investigasi Media Pojok Nasional dan Lembaga LP KPK mencoba langsung menghubungi Bapak kepsek Maskuri selaku K3S kecamatan, Tim investigasi mencoba menghubungi liwat seluler WhatsApp atau Chat sampai berulang kali juga belum drespon sama pak Maskuri selaku K3S kecamatan. Padahal tujuan awak media hanya konfirmasi terkait maraknya penjualan Buku LKS yang berada di wilayah SDN kecamatan Menganti.. Hingga berita ini kita naikkan belum ada juga respon dari K3S..
Bersambung.
Red , BODENG