Teheran Media Pojok Nasional –
Teheran tidak mengangkat senjata, tidak meluncurkan rudal, dan tidak mengerahkan satu pun pesawat siluman. Tapi Iran mengantongi sebuah senjata yang jauh lebih mematikan—sebuah jalur sempit yang mengontrol denyut nadi energi dunia: Selat Hormuz.
Inilah titik strategis paling sensitif di dunia. Lebih dari 20 persen pasokan minyak global mengalir melalui jalur laut ini. Jika Selat Hormuz ditutup, maka tidak hanya kilang minyak di Timur Tengah yang lumpuh—perekonomian global bisa ambruk dalam hitungan minggu. Harga minyak dipastikan meroket. Pasokan energi tersendat. Inflasi melonjak. Kekacauan fiskal tak terhindarkan.
Iran tak perlu memblokade sepenuhnya. Cukup mengerahkan kapal cepat, menanam ranjau laut, atau menyiagakan rudal di garis pantai. Itu saja cukup untuk membuat kapal tanker ogah melintas. Efeknya? Seperti menghentikan aliran darah ke jantung ekonomi dunia.
Selat ini bukan milik Iran seorang. Berbagi wilayah dengan Oman dan Uni Emirat Arab, tindakan agresif sekecil apapun akan langsung menyulut eskalasi militer. Saudi dan sekutunya tak akan diam. Armada Barat kemungkinan dikerahkan. Dan dunia akan berada di tepi jurang perang global.
Komentar publik di media sosial menggambarkan ketegangan ini dengan getir dan sarkasme:
“Yang pertama sekarat adalah Konoha, BBM melambung, APBN minus, bansos menurun, rakyat ribut, negara bubar.”
“Kalau Iran blokir, Iran bisa-bisa dikroyok tetangganya sendiri. Dipimpin Saudi tentunya.”
“Selat Ormuz itu bukan punya Iran sendiri, ada Oman dan UEA juga. Negara Arab pasti tidak tinggal diam.”
Situasi ini mengingatkan dunia bahwa perang besar tak selalu dimulai dari ledakan bom. Cukup dari satu titik sempit di peta, dan sejarah bisa berubah selamanya. (hamba Allah).