Gunung Sampah Longsor dan Komentar Pedas Warga net, Ada Apa di TPA Rawa Kucing..?

TANGERANG, Media Pojok Nasional –  Publik Kota Tangerang digegerkan oleh skandal yang mencuat di balik megahnya julukan “Tangerang Kota Visi Berakhlak Mulia”. Alih-alih mendapatkan penghargaan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang justru sedang tersandung skandal yang akarnya diduga sudah berkarat.

Skandal ini bermula dari terbongkarnya anggaran proyek hantu bernama ‘Proyek Hantu PSEL’ yang kini menjadi perbincangan hangat di kalangan warga net. Berbagai komentar dari masyarakat mengalir deras, mencerminkan kekecewaan mendalam dan bahkan sinisme yang sudah menjadi hal biasa.

Salah seorang warganet, Chandra Cahyadi, secara gamblang mempertanyakan, “tolong juga di tanyakan kemana uang buat biaya perawatan operasional kendaraan pengangkut sampahnya”.  Komentar ini memantik pertanyaan lain yang lebih mendalam, “Apakah perawatan armada pengangkut sampah saja dikorupsi? Atau jangan-jangan, bahkan dana untuk bensin truk sampah pun lenyap tak berbekas?”

Kekecewaan ini diperkuat oleh warganet lain, Suhha Emi, yang menanggapi dengan singkat namun menusuk, “yahhh dh g kaget lagiii 😂🤣😂”. Komentar ini seperti menampar wajah para pejabat, bahwa skandal semacam ini sudah menjadi hal yang lumrah dan dinantikan oleh masyarakat.

Sementara itu, akun D.gogon menyindir dengan tajam, “tiap tahun biasa dapet predikat WTP wk wk wk wk ternyata SDH berakar akut”. Predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK yang seharusnya menjadi kebanggaan, kini malah jadi bahan olok-olok yang mencerminkan keraguan publik akan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah.

Bahkan warganet dengan akun @ACBR@ menyimpulkan dengan pesimis, “usut dan kawal, karena di negara ini sudah lumrah suap menyuap, 💪😬”. Komentar ini tidak hanya menyoroti skandal di DLH, tetapi juga merefleksikan potret buram korupsi yang dianggap sudah menjadi ‘budaya’ di berbagai sektor.

TPA Rawa Kucing Ditutup Sementara Akibat Longsor

Aktivitas pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Neglasari, Kota Tangerang, terganggu sejak Selasa (26/8/2025) sore. Hal ini terjadi setelah longsor menimpa tumpukan sampah, yang diduga kuat disebabkan oleh hujan deras.

Akibat insiden ini, puluhan truk sampah dari berbagai wilayah di Kota Tangerang terpaksa mengantre panjang di gerbang TPA, menanti dibukanya kembali akses. Pihak pengelola TPA Rawa Kucing belum memberikan keterangan resmi terkait kapan jalur akan kembali normal.

Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu penumpukan sampah di sejumlah lokasi, jika masalah tidak segera teratasi.
Apakah Anda ingin saya menambahkan informasi lain ke dalam berita ini, seperti dampak lingkungan atau pernyataan dari pemerintah setempat?

Komentar netizen meminta  usut tuntas skandal anggaran gelap di DLH Kota Tangerang. Mereka ingin media membeberkan detailnya, dari siapa saja yang terlibat hingga kerugian yang ditimbulkan, agar kasus ini tidak menguap begitu saja.

Secara umum, sentimen yang terlihat adalah kemarahan dan kekecewaan terhadap dugaan korupsi. Para netizen menyuarakan sikap apatis dan sinis. Bahkan beberapa komentar menunjukkan rasa tidak kaget, seolah-olah korupsi sudah menjadi hal yang biasa di daerah tersebut.

Ini terlihat dari komentar “Tangerang???? ga kaget lah…” dan “sudah kaga kaget…hancur, sikat habis.” Mereka mendesak agar kasus ini diungkap sepenuhnya, seperti yang diutarakan oleh “lanjutkan din.. sachrudin… lanjutkan… abisin warga loooo.”

Komentar seperti “Buat yg paham ajalah, gimana rasanya tinggal di KOTA TANGERANG 🥺” mencerminkan perasaan pasrah dan frustrasi warga yang merasa tidak bisa berbuat banyak. Terkait permasalahan layanan publik: Ada juga yang mengaitkan skandal ini dengan masalah sehari-hari yang mereka alami, seperti soal “sampah yg diambil setiap bulan nya bayar,” menunjukkan bahwa dugaan korupsi ini berdampak langsung pada pelayanan publik.

Ringkasnya, mereka menginginkan sebuah berita yang berani, transparan, dan tidak takut mengungkap kebenaran tentang skandal anggaran gelap ini. Mereka ingin berita tersebut menjadi alat untuk menuntut keadilan dan perubahan.
Red.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *