Gresik, Media Pojok Nasional –
Sisa-sisa dermaga apung di Gili Timur, Bawean, kini tinggal tulang kayu yang dihantam ombak. Dua tahun lebih, rusak parah. Tak ada pembangunan. Tak ada perbaikan. Yang ada hanya janji dan diam. Satu-satunya akses penyebrangan warga dibiarkan hancur, sementara hari-hari terus berjalan dengan ketakutan.
Warga sudah memohon. Berkali-kali. Mereka meminta agar akses dasar yang sangat penting ini segera dibangun. Ini bukan soal kenyamanan—ini soal keselamatan. Ini soal hidup dan mati.
Setiap hari, warga melintasi kayu darurat buatan tangan sendiri. Tak ada pelindung, tak ada jaminan. Ombak bisa datang kapan saja. Gelap bisa tiba sebelum sempat kembali. Tapi tak ada pilihan lain, karena tak ada perlindungan yang nyata di sini.
Pemimpin daerah bolak-balik ke Bawean. Mereka melewati jalur yang sama. Mereka tahu kondisi ini. Tapi seperti biasa, mereka hanya melihat tanpa benar-benar melihat. Dermaga yang rusak itu seolah bukan masalah. Seolah bukan bagian dari prioritas. Seolah nyawa di pulau ini tidak cukup layak diperjuangkan.
Padahal dermaga itu adalah urat nadi. Ia bukan sekadar papan dan tali. Ia jalur utama ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan harapan. Jika bahkan dermaga tak bisa dibangun, lalu apalagi yang bisa diharapkan?
Suara keras datang dari Ketua KSM Sangkapura yang juga aktivis LSM GMBI Distrik Gresik, Junaidi. Ia tak hanya bicara, tapi menunjukkan kepedulian nyata dengan terus mendesak dan mengawal isu ini.
“Saya tidak bisa diam melihat warga Gili Timur dipaksa hidup dalam ketakutan. Ini bukan keluhan kecil—ini jeritan pulau yang selama dua tahun ditinggalkan. Pemerintah Daerah harus segera bangun! Dermaga ini bukan hanya fisik, ini tentang martabat dan hak hidup warga!” serunya penuh amarah.
Junaidi menjadi satu dari sedikit suara yang masih berdiri untuk Gili Timur. Saat banyak pihak memilih bungkam, ia terus menyalakan api perlawanan. Ia percaya: jika negara lalai, maka rakyat tak boleh lelah menuntut.
Gili Timur menunggu. Tapi sampai kapan? Sampai semua lelah meminta? Sampai semua pasrah kehilangan?
Sebab dua tahun tanpa dermaga, bukan sekadar kerusakan. Itu adalah pengabaian. Dan pengabaian, dari waktu ke waktu, berubah menjadi luka yang tak bisa dimaafkan. (hamba Alloh)