Darurat Pers Lamongan: Kepala Dusun Rangkap Wartawan, Demokrasi Informasi di Ujung Tanduk

Lamongan, Media Pojok Nasional –
Dunia pers Lamongan tengah bergejolak. Kasus antara Syaiful Anam (SA), Kepala Dusun Kauman Desa Tawangrejo yang juga mengaku wartawan memorandumdisway.id, dengan Ramlan (RM) dari komunitas Shorenk, membuka sisi kelam relasi antara jabatan publik dan profesi jurnalis. SA melaporkan Ramlan ke Polres Lamongan atas dugaan menghalangi kerja jurnalistik, namun laporan itu justru memantik perlawanan balik.

Dalam pemeriksaan di Polres Lamongan pada 13 Oktober 2025, Ramlan didampingi Ketua Dewan Pembina Shorenk, Ziwa, yang menilai tindakan SA sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan.

“Lamongan darurat pers! Seorang kepala dusun aktif melapor atas nama wartawan, ini pelanggaran etika dan hukum,” tegas Ziwa.

Tim Genpar News menemukan SA sering berperan ganda: di kantor sebagai perangkat desa, di luar sebagai wartawan yang kerap menekan media lain agar menulis sesuai arahannya. Beberapa saksi menyebut, SA menggunakan statusnya untuk membatasi akses informasi bagi wartawan yang tak sejalan.

Padahal, Permendagri 83/2015 Pasal 51 huruf (f) dan UU Desa 6/2014 melarang perangkat desa merangkap pekerjaan lain yang menimbulkan konflik kepentingan. Profesi wartawan yang menuntut independensi jelas bertentangan dengan posisi pejabat publik. Bahkan, jika digunakan untuk menekan pihak lain, bisa dijerat Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan.

Meski mengaku dirinya korban intimidasi terkait berita dugaan korupsi Chromebook, banyak kalangan menilai langkah SA sarat kepentingan pribadi. Fenomena seperti ini disebut jurnalis senior sebagai “mafia informasi tingkat desa” — ketika jabatan dan rompi pers dijadikan alat tekanan, bukan kebenaran.

“Kalau kepala dusun masih bisa pakai rompi wartawan, yang rusak bukan hanya marwah jurnalis, tapi juga moral pemerintahan desa,” tutup Ziwa.

Red.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *