Gresik,Media Pojok Nasional –
Aktivitas tambang galian C tanpa izin kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Kabupaten Gresik. Di Desa Banyutengah, Kecamatan Panceng, sebuah lokasi tambang diduga beroperasi secara ilegal, tanpa mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun izin lingkungan yang sah.
Pantauan di lapangan menunjukkan aktivitas penambangan berlangsung secara terbuka dan massif. Namun saat dikonfirmasi, seorang pekerja mengaku tak memiliki akses langsung ke pemilik tambang berinisial “M”.
“Saya tidak punya nomornya, Mas. Kalau mau, lain kali saja mampir lagi. Bos sedang tidak di tempat, hujan juga,” ujarnya singkat.
Kondisi ini memicu reaksi keras dari Front Pembela Sadar Rakyat (FPSR). Ketua FPSR, Aris Gunawan, mengecam keras aktivitas tambang yang menurutnya hanya menguntungkan segelintir pihak dengan mengorbankan kepentingan publik dan keberlanjutan lingkungan hidup.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Mereka menambang tanpa izin, tidak menyetor pajak, dan tidak peduli pada dampak ekologis maupun sosial. Ini adalah bentuk penghisapan sumber daya daerah secara brutal,” tegas Aris.
Aris juga menyatakan bahwa pihaknya telah mengantongi cukup data dan dokumentasi untuk dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Ia memastikan bahwa FPSR akan melanjutkan tekanan hingga ke Mabes Polri jika Polres Gresik maupun Polda Jatim tidak segera mengambil langkah konkret.
“Kami akan terus mengawal. Jika tidak ada tindakan tegas, kami siap melibatkan jaringan nasional. Masyarakat Gresik tak boleh jadi korban dari bisnis kotor yang dilindungi pembiaran,” ucapnya.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158:
“Setiap orang yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa IUP atau IUPK dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 98:
“Setiap orang yang melakukan kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan tanpa izin dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.”
Dengan dasar hukum yang eksplisit dan ancaman pidana yang nyata, tidak ada alasan bagi aparat untuk membiarkan praktik tambang ilegal ini terus berlangsung. Pembiaran bukan hanya bentuk kelalaian, tapi juga berpotensi menjurus pada kolusi kekuasaan dengan kepentingan ekonomi liar.
Penegakan hukum yang tumpul akan menjadi preseden buruk. Kabupaten Gresik membutuhkan ketegasan negara untuk membuktikan bahwa hukum bukan hanya tajam ke bawah, tapi juga tegas ke atas—terutama terhadap pelaku yang menyembunyikan diri di balik kekuasaan dan koneksi.
Laporan ini akan terus dikembangkan seiring proses investigasi lapangan dan konfirmasi lanjutan terhadap pemilik tambang serta institusi terkait.
Red.