Gresik, Media Pojok Nasional –
Kebijakan seorang pemimpin diuji pada saat krisis. Namun, yang terjadi di Desa Sirnoboyo justru menjadi ironi. Ketika warga Perumahan Bumi Persada Hijau dihantam banjir, mereka berharap adanya perhatian dan kepedulian dari pemerintah desa. Namun, yang diberikan justru hanya 2 sampai 3 bungkus mie instan Per KK — sebuah kebijakan yang tidak hanya memprihatinkan tetapi juga patut dipertanyakan.

Di mana tanggung jawab pemerintah desa dalam melindungi warganya.? Apakah ini sekadar kelalaian dalam manajemen krisis, atau ada sesuatu yang lebih dalam—mungkin bahkan indikasi penyalahgunaan anggaran?
Setiap desa di Indonesia mendapatkan alokasi Dana Desa, yang sebagian dapat digunakan untuk keadaan darurat dan bencana alam. Regulasi terkait keuangan desa memungkinkan penggunaan anggaran dalam kondisi mendesak, termasuk untuk korban banjir. Secara umum, ada beberapa sumber dana yang bisa digunakan untuk bantuan seperti ini.
Pos Dana Keadaan Mendesak dalam APBDes
Dana ini diperuntukkan untuk situasi luar biasa, termasuk bencana. Seharusnya, desa memiliki fleksibilitas untuk menyalurkan bantuan yang lebih layak dibanding sekadar tiga bungkus mi instan.
Setiap APBDes mengalokasikan anggaran untuk belanja tak terduga, yang fungsinya adalah menangani kondisi darurat tanpa harus menunggu prosedur birokrasi yang panjang.
Dengan berbagai jalur pendanaan ini, satu pertanyaan besar muncul: Mengapa hanya tiga bungkus mi instan yang diberikan kepada korban banjir?
Jika benar dana untuk keadaan darurat tersedia, maka kebijakan ini bukan hanya mencerminkan kelalaian administratif, tetapi bisa mengarah pada indikasi penyalahgunaan kewenangan. Jika dana itu memang ada tetapi tidak sampai ke tangan warga, ke mana perginya?
Jika Kepala Desa Sirnoboyo hanya mampu memberikan tiga bungkus mi instan kepada korban banjir, maka pertanyaan logis yang harus diajukan adalah: Apakah dana bencana benar-benar digunakan sebagaimana mestinya?
Warga Desa Sirnoboyo berhak menuntut kejelasan. Transparansi dalam pengelolaan dana desa adalah hak publik, bukan kebijakan eksklusif yang hanya diketahui segelintir orang di pemerintahan desa. Jika dana ini tidak digunakan sebagaimana mestinya, maka perlu ada audit independen untuk memastikan apakah terjadi penyalahgunaan anggaran.
Tindakan Kepala Desa Sirnoboyo bukan hanya persoalan kebijakan yang buruk, tetapi juga mencerminkan rendahnya rasa tanggung jawab terhadap warganya sendiri. Kepemimpinan yang abai terhadap penderitaan rakyat adalah pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh masyarakat.
Hanya tiga bungkus mi instan untuk korban banjir? Ini bukan hanya perkara bantuan yang minim, ini adalah cerminan bobroknya tata kelola desa. (hamba Allah).