Surabaya,
Di balik tembok keadilan yang sering terasa dingin dan tegas, hari ini menjadi momen yang penuh haru. Kajati Jatim, Prof. (HCUA) Dr. Mia Amtati, SH, MH, CMA, CSSL, memimpin ekspose mandiri yang menghadirkan secercah harapan bagi mereka yang terjerat hukum. Kamis (13/3/2025).
Dengan suara tegas namun penuh kebijaksanaan, ia mengumumkan penghentian penuntutan terhadap 16 perkara berdasarkan prinsip Restorative Justice.
Dalam forum yang digelar secara virtual, Wakajati, Aspidum, Koordinator, dan para Kasi Pidum Kejati Jatim duduk berdampingan, menyimak satu per satu perkara yang diajukan oleh berbagai Kejari di Jawa Timur. Dari Kejari Surabaya, Banyuwangi, Sumenep, Tuban, Kabupaten Probolinggo, Situbondo, Kota Mojokerto hingga Tanjung Perak, suara-suara keadilan menggema.
Di layar, wajah-wajah yang sebelumnya dipenuhi kecemasan mulai menampakkan harapan. Para terdakwa, yang kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi lemah, merasa seperti diberi kehidupan kedua. Mereka bukanlah kriminal berbahaya—hanya individu yang terhimpit keadaan, tersandung kesalahan, dan kini mendapat kesempatan untuk menata ulang hidupnya.
Salah satu perkara yang menyentuh hati adalah seorang pria tua yang didakwa atas kasus pencurian. Ia mencuri bukan karena tamak, melainkan karena anaknya sakit dan ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Matanya berkaca-kaca ketika keputusan itu diumumkan. “Saya tidak ingin mencuri, saya hanya ingin anak saya makan,” ucapnya dengan suara bergetar.
Kasus lain datang dari seorang ibu yang terseret kasus penggelapan karena ketidaktahuannya dalam mengelola utang piutang. Ia menangis tersedu, menyadari kesalahannya, namun juga bersyukur karena hukum masih memberinya ruang untuk memperbaiki diri.
Dari 16 perkara yang dihentikan, mayoritas adalah kasus pencurian, penggelapan, penadahan, penganiayaan ringan, dan penggelapan dalam jabatan. Ini bukan sekadar angka—ini adalah kisah hidup, harapan yang sempat redup, dan kesempatan kedua yang kini terbuka.
Di akhir pertemuan, Prof. Mia Amtati menegaskan bahwa keadilan bukan hanya soal menghukum, tetapi juga memberi ruang bagi mereka yang benar-benar ingin berubah. “Hukum harus berpihak kepada keadilan, dan keadilan harus berpihak kepada kemanusiaan,” ujarnya.
Suasana penuh haru. Ada yang menangis bahagia, ada yang mengucap syukur, dan ada yang berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan mereka. Hari ini, hukum tidak sekadar memberi vonis, tetapi juga menghadirkan harapan.
Restorative Justice bukan hanya kata-kata, tetapi nyata. Dan bagi mereka yang mendapatkan kesempatan ini, kehidupan baru telah dimulai. (hamba Allah).