Sidoarjo,Media Pojok Nasional –
Dugaan lepasnya barang bukti di Kabupaten Sidoarjo menjadi sorotan publik sekaligus alarm keras bagi penegakan hukum. Armada Mitsubishi L300 bernomor polisi S 9596 HK, yang sebelumnya diamankan Polsek Krian karena diduga terlibat pengangkutan BBM bersubsidi ilegal, dilaporkan hilang setelah dilimpahkan ke Polres Sidoarjo.

Hilangnya kendaraan ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah hukum di Sidoarjo kini bisa “dibeli waktu” atau sengaja dilemahkan untuk melindungi jaringan penyelewengan BBM…?

Hilangnya L300 bukan sekadar administrasi yang kacau. Armada ini seharusnya menjadi kunci pembongkaran jaringan mafia BBM lokal. Kini, pintu masuk pengungkapan dugaan kejahatan sistematis itu tertutup, sementara hak rakyat atas BBM bersubsidi semakin rawan direbut oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 233a dan Pasal 374 UU Pidana Perdata terkait barang bukti, setiap aparat yang sengaja menghilangkan atau memanipulasi barang bukti dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga 7 tahun. Dugaan lepasnya L300 S 9596 HK berpotensi menjerat pihak-pihak yang sengaja menutup fakta hukum ini.
Informasi dari sumber anonim menyebut sopir armada, Zupan, diperintah seorang bernama Rony untuk melakukan aktivitas “cek ombak” di wilayah Krian. Dalam konteks mafia BBM, istilah ini diduga untuk memetakan keamanan distribusi solar subsidi ilegal.
“Zupan hanya sopir. Dia diperintah Rony untuk cek ombak, tapi belum selesai, armada sudah dilaporkan ke Polsek Krian,” kata sumber.
Fakta ini membuka dugaan: armada L300 bukan bergerak sendiri, melainkan bagian dari rantai kejahatan terstruktur.
Darurat BBM Bersubsidi: Sidoarjo dalam Status Merah,
Jika satu armada yang tertangkap bisa hilang, berapa banyak armada lain yang lolos tanpa tersentuh hukum? Kejadian ini menciptakan atmosfer ketakutan: kejahatan tidak lagi takut ditangkap, karena barang bukti bisa dilepas, hukum bisa dikalahkan.
Propam dan Kode Etik Polri
Sorotan kini mengarah ke Propam Polda Jawa Timur. Publik menuntut audit menyeluruh alur pelimpahan kasus dari Polsek Krian ke Polres Sidoarjo, pengecekan keberadaan barang bukti, serta penelusuran dugaan penyalahgunaan kewenangan.
Menurut Kode Etik Profesi Polri Pasal 2 dan 5, setiap anggota Polri wajib menjaga integritas, melaksanakan tugas tanpa menyalahgunakan kewenangan, serta melindungi kepentingan publik. Jika Propam tidak menindaklanjuti, maka diduga ada pelanggaran kode etik serius.
Tanpa tindakan tegas, Propam berisiko dicatat sebagai penonton saat hukum dilemahkan.
Jika Barang Bukti Lepas, Negara Ikut Gelap
Hilangnya L300 S 9596 HK bukan sekadar insiden administratif, tapi simbol buruknya penegakan hukum. Jika dibiarkan, pesan yang sampai ke publik mengerikan: kejahatan bisa bebas, barang bukti bisa lenyap, dan hukum bisa dikalahkan.
