Malang, Media Pojok Nasional –
Kepala Desa Argoyuwono, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Purnomo, menegaskan bahwa keterbukaan terhadap pers tidak boleh dimanfaatkan sebagai celah untuk praktik komunikasi yang menyimpang dari etika dan moral jurnalistik. Pernyataan ini disampaikan menyusul klarifikasi atas selisih paham dengan wartawan media daring berinisial S, yang telah diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.
Persoalan bermula ketika wartawan S secara sepihak mengirimkan foto kartu identitas pers (ID card) kepada pejabat publik tanpa permintaan, tanpa agenda wawancara, dan tanpa konteks peliputan yang jelas. Dalam kaidah jurnalistik profesional, tindakan tersebut dinilai tidak lazim dan memunculkan pertanyaan etik.
Dalam konteks klarifikasi identitas, ID card tersebut sempat diperlihatkan secara terbatas kepada pihak lain, semata untuk memastikan pengenalan identitas, tanpa niat publikasi atau penyebaran. Namun respons yang muncul justru berkembang tidak proporsional dengan mengaitkannya pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pada titik ini, muncul indikasi adanya pola jebakan komunikasi. Pengiriman ID card diduga bukan untuk kepentingan jurnalistik yang sah, melainkan sebagai umpan agar diteruskan, lalu dijadikan pintu masuk untuk membangun tekanan hukum. Bahkan, terdapat peringatan agar pejabat publik berhati-hati, mengingat modus serupa diduga kerap digunakan S dengan menyasar pejabat lain melalui pola komunikasi yang sama.
Jika benar, praktik tersebut bertentangan dengan etika jurnalistik dan berpotensi mencederai marwah profesi pers. Pers bukan aktor skenario, bukan pemburu celah hukum, melainkan pilar demokrasi yang bekerja dengan transparansi dan itikad baik.
Meski berada dalam posisi yang berpotensi dirugikan, Kepala Desa Purnomo memilih sikap dewasa dan beradab. Ia mengedepankan dialog dan menutup ruang eskalasi konflik. “Saya tetap terbuka terhadap media dan kritik, tetapi etika dan kejujuran tidak boleh dikorbankan,” tegasnya.
Klarifikasi langsung mengakhiri polemik tanpa proses hukum. Peristiwa ini menegaskan kewibawaan Kepala Desa Purnomo sebagai pemimpin yang tenang dan beretika, sekaligus menjadi peringatan bagi insan pers agar tidak menyalahgunakan identitas profesi, tidak menyusun jebakan komunikasi, dan tidak memelintir hukum di luar kepentingan jurnalistik yang sah. (hambaAllah).
