Jombang, Media Pojok Nasional –
Misteri kepemilikan Klinik Pratama Tri Cipto Waluyo di Dusun Glugu, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, terus menimbulkan tanda tanya. Fakta di lapangan dan keterangan resmi tidak sejalan, bahkan saling bertolak belakang, sehingga membuka ruang pertanyaan besar mengenai keterlibatan Kepala Desa Katemas dalam fasilitas kesehatan tersebut.
Dalam percakapan WhatsApp, Kepala Desa Katemas, Suwono, menegaskan bahwa klinik bukan miliknya. Ia menyebut fasilitas kesehatan itu berada di bawah CV Sehat Cendikia, milik keluarga lain. Namun pada saat yang sama, Suwono secara terbuka mengaku dirinya ikut bekerja di klinik tersebut. “Itu kliniknya orang yayasan bukan punya saya, punya keluarganya Mas Ramba. Punya yayasan CV Sehat Cendikia, saya ikut kerja sore,” tulisnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan posisi dirinya sebagai pekerja dengan bayaran bulanan. “Nggak mas, perijinan atas nama yayasan. Saya mboten mampu persyaratannya mas, aku dibayar bulanan. Izin klinik yang gabung dengan BPJS itu ruwet pooool,” jelasnya.
Kontradiksi muncul ketika beredar pernyataan tertulis yang justru menyebut dirinya sebagai pemilik. “Pemilik klinik adalah seorang lurah jd pelayanan klinik ke masyarakat sangat familiar. Termasuk saya sebagai seorang terapis difasilitasi untuk menggunakan 1 ruangan guna keperluan terapis. Terimakasih banyak untuk bantuan dan perhatiannya pak Lurah Suwarno (KADES KATEMAS KAB. JOMBANG),” demikian isi keterangan tersebut.
Dua versi berbeda ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah klinik benar sepenuhnya milik yayasan sebagaimana klaim Kades, atau ada keterkaitan langsung dengan dirinya?
Aturan hukum memberikan rambu yang tegas. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 29 huruf g, menyatakan Kepala Desa dilarang merangkap jabatan sebagai pengurus organisasi yang berorientasi pada keuntungan, serta bekerja di luar tugas dan kewenangan jabatan. Pasal 30 UU Desa bahkan menegaskan, pelanggaran atas larangan tersebut dapat berujung pada pemberhentian Kepala Desa.
Fakta bahwa seorang Kepala Desa secara terbuka mengaku menerima bayaran bulanan karena bekerja di klinik, menimbulkan potensi pelanggaran aturan yang jelas tertulis dalam undang-undang. Posisi ini menimbulkan konflik kepentingan, karena jabatan Kepala Desa semestinya difokuskan sepenuhnya pada pelayanan publik, bukan aktivitas kerja sampingan di sektor bisnis kesehatan.
Selain soal rangkap kerja, kepemilikan fasilitas kesehatan yang terhubung dengan BPJS menuntut legalitas penuh: izin operasional, akreditasi, serta kepengurusan badan hukum yang transparan. Tanpa keterbukaan, publik sulit memastikan siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab secara hukum jika terjadi masalah pelayanan di klinik tersebut.
Pertanyaan kini menguat di ruang publik: apakah Klinik Pratama Tri Cipto Waluyo benar-benar milik yayasan sebagaimana disampaikan Kades, atau terdapat keterlibatan langsung dirinya baik sebagai pekerja maupun pemilik?
Media ini akan terus menelusuri kepemilikan, perizinan, serta keterkaitan Kepala Desa Katemas dengan klinik tersebut, dan akan menyajikan hasil investigasi pada pemberitaan berikutnya. (hamba Allah)
