Malang, Media Pojok Nasional –
Realisasi Dana Desa Tahun Anggaran 2025 di Desa Argoyuwono, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, menyisakan pertanyaan serius terkait kepatuhan pelaporan dan transparansi fiskal desa. Berdasarkan data resmi penyaluran Dana Desa, pagu anggaran tahun 2025 tercatat sebesar Rp1.268.114.000, dan secara administratif telah disalurkan 100 persen. Namun, fakta krusial muncul ketika menelisik pelaporan realisasi kegiatan ke sistem pengawasan publik (OMSPAN): realisasi yang terlapor baru mencapai Rp568.617.200, atau sekitar 44,84 persen dari total pagu.
Artinya, lebih dari Rp699 juta dana publik belum tercermin dalam laporan realisasi terbuka, padahal dana telah masuk ke kas desa.
Secara normatif, status Desa Argoyuwono tercatat sebagai Desa Mandiri, yang seharusnya menjadi model kepatuhan administrasi, tata kelola, dan akuntabilitas publik. Dana desa telah disalurkan dalam dua tahap: Tahap I (60%) sebesar Rp760.868.400 dan Tahap II (40%) sebesar Rp507.245.600, dengan total penyaluran Rp1.268.114.000 (100%). Namun, dalam rincian kegiatan yang telah dilaporkan, total akumulasi realisasi hanya Rp568.617.200.
Rinciannya mencakup antara lain Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Rp7.845.000, Peningkatan/Pengerasan Jalan Permukiman dan Gang Rp84.248.500, Rp109.085.500, Rp65.468.500, Rp59.560.000, Rp58.663.500, dan Rp43.579.200, Sarana dan Wisata Milik Desa Rp49.617.000 dan Rp25.200.000, Kegiatan Posyandu dan kesehatan masyarakat Rp4.125.000, Rp1.625.000, dan Rp5.600.000, serta Program Dana Desa tertentu Rp54.000.000. Meski sah sebagai kegiatan, jumlah tersebut belum merepresentasikan keseluruhan dana yang telah disalurkan negara.
Dalam perspektif tata kelola keuangan publik, penyaluran 100 persen tanpa pelaporan 100 persen adalah anomali administratif. Negara tidak hanya menuntut dana cair, tetapi dana dipertanggungjawabkan secara terbuka, tepat waktu, dan terverifikasi. OMSPAN bukan sekadar platform teknis, melainkan instrumen akuntabilitas negara untuk pengawasan publik, evaluasi kinerja desa, dan pencegahan penyimpangan sejak dini.
Keterlambatan atau ketidaklengkapan pelaporan membuka ruang distorsi persepsi publik, melemahnya kepercayaan masyarakat, dan dalam skenario terburuk, potensi temuan hukum di kemudian hari.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi telah dilakukan kepada Kepala Desa Argoyuwono, Purnomo untuk memperoleh penjelasan resmi terkait ketidaksinkronan antara dana yang telah disalurkan dengan realisasi yang dilaporkan ke OMSPAN, namun belum mendapatkan jawaban. Redaksi telah mencoba menghubungi melalui saluran komunikasi yang tersedia, dan akan memuat klarifikasi secara proporsional apabila keterangan resmi disampaikan kemudian.
Perlu ditegaskan: belum 100 persen dilaporkan tidak identik dengan korupsi, tetapi selalu identik dengan risiko. Dalam sistem keuangan negara modern, yang tidak tercatat dianggap tidak ada, dan yang tidak transparan dianggap bermasalah. Desa Mandiri semestinya menjadi etalase terbaik tata kelola Dana Desa, bukan justru menyisakan jurang antara uang yang diterima dan uang yang dilaporkan. (hambaAllah).
