Gresik, Media Pojok Nasional –
Sebuah unggahan story WhatsApp dari Imam Shofwan, Kepala Desa Bulurejo, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, menarik perhatian publik karena memuat pesan reflektif tentang kesehatan, kesederhanaan, dan rasa syukur. Unggahan tersebut berisi kutipan hikmah dari ulama besar Nusantara, KH. Maimoen Zubair, yang dikenal luas sebagai tokoh agama dengan pengaruh moral kuat di tingkat nasional.
Dalam gambar yang dibagikan, tampak sosok KH. Maimoen Zubair, akrab disapa Mbah Moen, disertai kutipan:
“Tikar di rumah lebih baik daripada kasur di rumah sakit.
Sempitnya rezeki lebih baik daripada sempitnya nafas.
Ucapkan selalu Alhamdulillah atas nikmat sehat, karena tanpanya, nikmat apa pun akan berkurang kualitasnya.”
Pesan tersebut disampaikan tanpa tambahan komentar, sehingga memberi ruang bagi pembaca untuk menafsirkan maknanya secara personal.
KH. Maimoen Zubair dikenal sebagai ulama yang konsisten menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan pendekatan etika dan keteladanan. Dalam berbagai nasihatnya, beliau kerap menekankan pentingnya rasa syukur, kesederhanaan hidup, dan menjaga kesehatan sebagai bagian dari ibadah.
Dalam perspektif keislaman, pesan tersebut sejalan dengan nilai qana’ah dan syukur, dua konsep yang menempati posisi penting dalam ajaran Islam. Kesehatan dipandang sebagai nikmat dasar yang memungkinkan manusia menjalankan aktivitas sosial, ekonomi, dan ibadah dengan baik.
Imam Shofwan saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Bulurejo untuk periode ketiga. Dalam konteks pemerintahan desa, kepala desa tidak hanya berperan sebagai pengelola administrasi dan pembangunan, tetapi juga figur sosial yang menjadi rujukan masyarakat.
Unggahan bernuansa religius dan reflektif di media sosial dapat dipahami sebagai bentuk komunikasi nilai, yakni penyampaian pesan moral tanpa unsur instruksi atau ajakan langsung. Pendekatan ini kerap digunakan untuk menjaga ruang publik tetap kondusif dan tidak menimbulkan perdebatan.
Dalam kajian komunikasi publik, pola seperti ini dikenal sebagai komunikasi simbolik, di mana pesan disampaikan melalui kutipan atau referensi tokoh yang memiliki otoritas moral.
Dalam ajaran Islam, syukur tidak hanya dimaknai sebagai ungkapan lisan, tetapi juga sikap batin yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. Al-Qur’an menyebutkan:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu.”
(QS. Ibrahim: 7)
Nilai ini sering dikaitkan dengan kehidupan sosial yang seimbang, di mana pencapaian materi, kesehatan, dan ketenangan batin ditempatkan secara proporsional.
Unggahan story WhatsApp Imam Shofwan tersebut menunjukkan bagaimana media sosial dapat dimanfaatkan sebagai ruang berbagi pesan positif dan reflektif. Meskipun bersifat singkat dan personal, pesan tentang kesehatan dan rasa syukur memiliki relevansi luas, terutama di tengah dinamika kehidupan masyarakat modern yang penuh tekanan.
Dalam konteks kepemimpinan lokal, pendekatan seperti ini dapat dibaca sebagai upaya menjaga komunikasi publik tetap bernuansa sejuk, religius, dan inklusif, tanpa memicu polemik atau tafsir berlebihan.
Pesan sederhana, namun sarat makna, bahwa kesehatan dan rasa cukup tetap menjadi fondasi penting dalam kehidupan pribadi maupun sosial. (hambaAllah).
