Bangkalan, Media Pojok Nasional — Kehadiran Syafiudin Asmoro dalam acara Deklarasi Wartawan Peduli Keadilan (WPK) di Long Gladag Martajasah menjadi momen reflektif yang sarat pesan kebangsaan, kebudayaan, dan harapan besar bagi masa depan Kabupaten Bangkalan.
Dalam suasana penuh kekeluargaan, Syafiudin menyampaikan apresiasi sekaligus doa agar keberadaan WPK mampu bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Bangkalan dalam upaya mensejahterakan masyarakat.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung potensi destinasi wisata Gua Pote yang digagas oleh H. Mustofa, sebagai aset daerah yang perlu mendapat perhatian serius. Menurutnya, potensi wisata lokal tidak hanya menjadi sumber ekonomi baru, tetapi juga simbol kebangkitan Bangkalan dari ketertinggalan.
“Semoga apa yang dirintis Haji Mustofa di Gua Pote bisa membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Tidak hanya soal wisata, Syafiudin turut menyampaikan pandangannya mengenai dinamika sosial kemasyarakatan, khususnya terkait sosok Aba Hasim dari Madas serta munculnya sejumlah organisasi kemasyarakatan seperti Madas Nusantara dan Madas Sedarah. Ia menegaskan sikap berhusnudhon, dengan menilai ormas-ormas tersebut dari visi dan misinya.
“Saya lebih memilih husnudhon. Kalau visi misinya ingin membangun moral dan akhlakul karimah, maka itu patut kita dukung,” tegasnya seraya menyatakan dukungan terhadap visi Madas yang ingin memuliakan Madura.
Atas nama pribadi, Syafiudin juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah hadir dalam Deklarasi WPK yang dalam waktu dekat akan diresmikan secara resmi.
Dalam evaluasinya terhadap susunan acara, ia menyinggung momen sambutan Ketua WPK yang disampaikan sebelum deklarasi. Ia menyampaikan pesan bernuansa budaya dan etika keluarga, dengan menyoroti peran H. Mustofa.
“Haji Mustofa mestinya memberikan ruang kepada istrinya yang lebih tua. Adil itu tidak harus sama,” ujarnya dengan nada bijak.
Syafiudin juga memberikan pesan khusus kepada WPK agar terus berjuang dan menjaga marwah profesi. Ia menegaskan bahwa wartawan adalah pilar demokrasi yang seharusnya tidak dimusuhi.
“Wartawan itu harus banyak mengedukasi, bukan dimusuhi,” katanya.
Pesan tegas juga disampaikannya kepada para kepala desa dan pejabat birokrasi. Menurutnya, kesalahan administrasi kepala desa seharusnya dibina terlebih dahulu, namun jika dilakukan berulang kali maka perlu ditindak tegas. Ia juga menyinggung birokrasi yang belum “terkontaminasi”, dengan metafora tajam tentang vaksin kepemimpinan.
“Jangan diberikan vaksin yang justru melahirkan musibah,” ucapnya, sembari menyatakan harapan besar kepada Bupati Bangkalan yang ia dukung, agar mampu mengangkat derajat Bangkalan sejajar dengan kabupaten lain di Jawa Timur.
Ia mengakui bahwa saat ini Bangkalan masih berada di titik terendah, namun optimistis keberadaan WPK, PKDI, dan ormas-ormas berniat baik bisa menjadi kekuatan perubahan bagi Madura secara umum.
Syafiudin juga menyoroti stigma negatif terhadap masyarakat Madura di luar daerah, yang kerap dianggap kurang beradab dan berakhlak. Menurutnya, stigma itu harus dilawan dengan karya, persatuan, dan akhlak yang baik.
Dalam pandangannya, figur H. Mustofa bahkan layak diapresiasi setinggi-tingginya. “Kalau saya bupati, Haji Mustofa saya jadikan pahlawan,” ucapnya, termasuk kepada para pelaku usaha rumah makan yang selama ini dinilainya belum sepenuhnya mendapat kehadiran negara.
Ia mencontohkan Rumah Makan Sinjay yang menurutnya perlu mendapat perhatian dan pengawalan pemerintah daerah, termasuk melalui penataan dan pengamanan oleh Satpol PP. Baginya, Bangkalan harus ditata rapi agar indah dan nyaman.
Syafiudin juga menyinggung rencana pembangunan alun-alun kota yang disebutkan telah melibatkan konsultan. Ia menilai Bangkalan masih kekurangan ruang publik dan spot representatif bagi masyarakat.
“Kalau mau berswafoto saja, orang Bangkalan paling ke Sinjay,” tuturnya.
Menutup pernyataannya, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam semangat song-osong lombhung, saling membantu dan tidak saling berselisih.
“Bersatu itu kunci. Jangan sampai kita terpecah,” pungkasnya penuh harap.
Deklarasi WPK pun menjadi lebih dari sekadar agenda organisasi, melainkan ruang refleksi bersama tentang masa depan Bangkalan yang lebih bermartabat, berakhlak, dan sejahtera.
(Anam)
