Nganjuk, Media Pojok Nasional –
Praktik pengelolaan pendidikan di SMAN 1 Nganjuk menjadi sorotan setelah beredar pesan resmi mengenai adanya kewajiban pembayaran iuran sebesar Rp1.655.000 per tahun bagi siswa kelas khusus Bina Prestasi dan Digital (BPD). Berdasarkan pesan yang beredar, dana tersebut diarahkan melalui rekening Komite SMAN 1 Nganjuk BPD di Bank Jatim.
Dalam pesan itu tercantum kalimat: “Hasil kesepakatan antara orang tua dan Komite, sumbangan partisipasi untuk kegiatan selama 1 tahun sebesar Rp1.655.000. Copy bukti transfer mohon diserahkan ke pembantu bendahara.”
Kelas BPD diketahui merupakan program unggulan yang dirancang untuk siswa berprestasi dengan pola seleksi ketat. Namun implementasinya menimbulkan pemisahan siswa antara kelas reguler dan kelas unggulan. Secara akademis, model ini memunculkan diskursus tentang kesetaraan akses pendidikan di sekolah negeri.
Keberadaan kelas unggulan berbayar dapat membentuk kesenjangan dalam perlakuan terhadap siswa. Konsep ini dikenal dengan istilah institutionalized discrimination, yaitu diskriminasi yang dilembagakan melalui kebijakan pendidikan, yang berpotensi menormalisasi perbedaan perlakuan sejak usia sekolah.
Dari sisi aturan, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menegaskan bahwa komite sekolah boleh menggalang dana, tetapi sifatnya sukarela, bukan kewajiban. Ketentuan ini menjadi dasar penting dalam memastikan setiap kebijakan sekolah tetap berada pada koridor hukum yang berlaku.
Namun, ketika dilakukan konfirmasi pada Selasa (22/9/2025) kepada Kepala Sekolah Sugiyono, tidak diperoleh jawaban hingga berita ini diterbitkan.
Fenomena kelas unggulan berbayar di sekolah negeri menjadi catatan penting bagi dunia pendidikan di Indonesia. Di satu sisi, program tersebut dimaksudkan untuk mendorong prestasi; di sisi lain, terdapat tantangan dalam menjaga prinsip pemerataan agar semua siswa mendapatkan akses yang setara terhadap layanan pendidikan berkualitas. (hamba Allah).