Mengkhianati Pemberi Ilmu Dianggap Jalan Pintas Menuju Keruntuhan Sosial

Indonesia, Media Pojok Nasional –
Etika saat menerima ilmu kini kembali menjadi sorotan. Dalam berbagai pandangan, ini bukan sekadar adab, melainkan hukum sosial yang berjalan tegas. Setiap orang yang memberi ilmu, bahkan hanya dengan mengenalkan pada lingkungan baru, dipandang sebagai wali yang membuka pintu masa depan. Karena itu, mengkhianati mereka dianggap sebagai tindakan yang langsung mengundang kehancuran.

Peringatan keras bergema di tengah masyarakat:
“Jangan kau tusuk orang yang sudah memberikan ilmu, meski hanya mengenalkan saja. Itu sama saja mengubur masa depanmu dalam kegelapan. Percayalah, semesta akan menguburmu meski orang itu telah ikhlas.”

Fenomena yang paling sering muncul adalah perilaku bermuka dua: manis di depan, namun menghasut dan menjelekkan di belakang. Inilah yang disebut bunuh diri sosial. Sekali etika runtuh, hilang sudah kesempatan, bimbingan, dan ruang untuk tumbuh.

Masyarakat juga menilai bahwa orang yang tidak memiliki etika cenderung berhati keras. Kekerasan hati itu membuatnya buta terhadap kebaikan dan tidak mampu menghargai orang yang pernah mengangkatnya. Dalam keyakinan luas, hati yang keras adalah pertanda awal digulingkannya seseorang oleh alam semesta.

Sebaliknya, mereka yang menjaga etika, meski terhadap ilmu kecil sekalipun, selalu menemukan jalan naik. Semesta kerap memihak orang yang menghormati kebaikan: mentor datang, pintu terbuka, dan dukungan mengalir tanpa diminta.

Pesannya tegas: masa depan seseorang lebih ditentukan oleh etikanya daripada kecerdasannya. Etika menjaga hidup; pengkhianatan menghancurkannya. (hambaAllah).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *