Banjarmasin, Media Pojok Nasional – Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) melakukan klarifikasi ke Bank Mandiri Region IX Banjarmasin pada 25 September 2025, berdasarkan pengaduan dari Koperasi Perkebunan Sipatuo Sejahtera terkait kredit macet dengan agunan 1.565 Sertifikat Hak Milik (SHM) Plasma seluas ±2.856,36 hektar, lahan plasma tersebut terletak di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Tim LPK-RI dari jakarta yang dipimpin Ketua Umum M. Fais Adam, didampingi Divisi Hukum DPP Anggi Laora Fandila, S.Ak. dan Adv. Misrayanti, S.H, datang langsung ke Banjarmasin untuk melakukan klarifikasi. Mereka diterima oleh perwakilan Bank Mandiri, Bapak Guntur dan Bapak Dodi, di ruang rapat lantai 2 kantor Bank Mandiri RRCR Region IX, Jl. Suprapto No. 13-18, Banjarmasin Tengah, Kalimantan Selatan.
Berdasarkan data, Koperasi Sipatuo Sejahtera masih memiliki sisa pokok kredit sebesar Rp.57.503.691.501,-. Untuk penyelesaiannya, Bank Mandiri telah melelang 1.072 lembar SHM seluas ±1.930,5 hektar dalam tiga tahap, dengan hasil pembayaran pokok sebesar Rp45.488.574.029,-.
Meski demikian, LPK-RI menyoroti apakah mekanisme lelang yang dilakukan Bank Mandiri sudah sesuai ketentuan. Salah satu poin yang dipertanyakan adalah kewajiban pengumuman lelang yang harus dimuat di halaman utama media cetak, bukan di bagian dalam atau suplemen, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 122 Tahun 2023.
Saat dikonfirmasi terkait hal tersebut, perwakilan Bank Mandiri, Bapak Dodi, justru mengaku belum mengetahui adanya aturan tersebut.
LPK-RI menekankan bahwa persoalan utama saat ini adalah mengenai batas dan letak objek lahan plasma yang tersisa. Ketua Umum LPK-RI, M. Fais Adam, menegaskan bahwa sejak awal Bank Mandiri seharusnya sudah memiliki data yang lengkap, jelas, dan akurat mengenai posisi serta batas-batas agunan.
“Bagaimana mungkin pencairan kredit bernilai puluhan miliar dilakukan tanpa mengetahui letak objek dan batas-batas SHM? Ini bertentangan dengan prinsip kehati-hatian perbankan,” tegas Fais Adam.
Lebih jauh, Fais Adam bahkan menantang pihak Bank Mandiri untuk segera membuktikan letak dan batas-batas sisa agunan.
“Jika Bank Mandiri bisa menunjukkan batas-batas sisa agunan, ada investor yang siap melunasi seluruh sisa pokok hutang koperasi. Jadi ini persoalan kepastian data dari pihak bank,” ujarnya.
Namun, perwakilan Bank Mandiri menyatakan bahwa letak objek tanah bukan kewenangan mereka dan meminta agar koperasi berkoordinasi dengan BPN. Pernyataan ini mendapat sorotan tajam dari LPK-RI karena dinilai mengabaikan kewajiban bank dalam melakukan survei, analisis, dan inventarisasi agunan sebelum pencairan kredit.
LPK-RI menegaskan bahwa Koperasi Sipatuo Sejahtera tetap memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kewajiban. Dengan adanya calon investor yang siap menutup hutang, kepastian posisi dan batas agunan menjadi kunci utama penyelesaian masalah.
Berdasarkan hasil klarifikasi tanggal 25 September 2025, LPK-RI menilai adanya dugaan kelalaian prosedur dalam pengelolaan agunan. Oleh karena itu, LPK-RI menegaskan akan menyiapkan langkah hukum lanjutan demi kepastian hukum dan perlindungan konsumen.
Red.