Program Gratis Diubah Berbayar: SMPN 1 Ploso Terpojok Soal Pungutan Kokurikuler

Jombang,Media Pojok Nasional –
Program kokurikuler adalah mandat pendidikan negara yang digariskan tegas dalam Permendikbudristek Nomor 62 Tahun 2022: bersifat nirlaba, wajib difasilitasi sekolah, dan tidak boleh membebani peserta didik. Namun SMP Negeri 1 Ploso justru memantik kegemparan setelah menetapkan pungutan Rp615.000 per siswa untuk kegiatan kokurikuler ke Katepass Yogyakarta.

Rombongan direncanakan berangkat Jumat, 5 Desember 2025. Perjalanan jauh lintas kabupaten ini semestinya disertai perencanaan keselamatan menyeluruh: standar transportasi, penanggung jawab hukum, skema asuransi, serta mitigasi risiko kecelakaan. PP 17/2010 jo. PP 66/2010 telah menempatkan keselamatan peserta didik di bawah tanggung jawab penuh penyelenggara pendidikan. Jika terjadi insiden akibat kelalaian, sanksinya tidak berhenti di administratif, ranah pidana bisa terbuka lebar.

Redaksi melakukan pengecekan langsung ke SMPN 1 Ploso untuk mendapatkan klarifikasi. Kepala sekolah, Suryani, membenarkan rencana keberangkatan tersebut.

“Benar pak, sebagian siswa kami akan kokurikuler ke Jogja dan berangkat Jumat besok,” ujarnya, Kamis 4 Desember 2025.

Namun jawaban berikutnya justru memunculkan tanda bahaya. Ketika ditanya soal izin, Suryani mengatakan:

“Sudah pak, barusan kami 4 Desember 2025 ini pihak sekolah melayangkan izin ke Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang.” singkatnya.

Pernyataan ini membuat publik terperangah. Izin baru dikirim sehari sebelum keberangkatan. Artinya, keputusan operasional sudah diketok jauh sebelumnya, sementara urusan legalitas justru dilakukan belakangan. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, ini dugaan pembangkangan terhadap regulasi negara.

Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 mensyaratkan perizinan kegiatan luar lingkungan sekolah dilakukan sebelum keputusan pemberangkatan final melalui mekanisme terencana dan terstruktur. Artinya, pernyataan Suryani secara tidak langsung mengungkap bahwa sekolah nekat memproses kegiatan tanpa persetujuan resmi.

Selain itu, pungutan Rp615.000 juga berpotensi melanggar Pasal 181 Permendikbud 75/2016, yang melarang satuan pendidikan membebankan biaya kepada siswa untuk kegiatan yang menjadi kewajiban pemerintah, termasuk kokurikuler.

Bila pelanggaran ini terbukti, konsekuensi hukumnya sangat serius:

  1. Sanksi administratif (PP 17/2010): teguran, pembinaan khusus, hingga pemberhentian kepala sekolah.
  2. Sanksi pidana (Pasal 12B UU Tipikor): pungutan liar dapat dipidana hingga 20 tahun.
  3. Potensi temuan kerugian publik, karena layanan yang wajib gratis justru dikomersialkan.

Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang belum memberikan keterangan resmi. Ketidakhadiran informasi ini kian menguatkan dugaan bahwa proses perizinan memang tidak pernah tuntas sebelum keberangkatan diputuskan.

Dengan konstruksi fakta seperti ini, publik menilai SMPN 1 Ploso telah menjalankan kegiatan berbiaya tinggi tanpa landasan hukum jelas, berisiko membahayakan keselamatan peserta didik, dan berpotensi menabrak regulasi nasional secara terang-terangan. Kini, semua mata tertuju pada Kepala Sekolah Suryani—yang harus menjelaskan secara gamblang: mengapa izin baru dikirim ketika bus hampir siap jalan, dan atas dasar apa pungutan Rp615.000 dibebankan kepada siswa dalam program yang seharusnya nirlaba?

Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *