HMI Cabang Malang: Wali Kota Gagal Jaga Pohon Suhat Ruang Hijau Terancam Hilang

Malang, Media Pojon Nasional – Penebangan pohon di sepanjang Jalan Soekarno–Hatta (Suhat) Malang terus berlangsung, memantik gelombang kritik dari kalangan mahasiswa. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang menilai langkah ini sebagai bukti lemahnya tata kelola ruang kota dan kegagalan Wali Kota Malang dalam menjaga ekologi perkotaan.

Sejak awal Agustus, tanda silang merah mulai bermunculan di batang-batang pohon besar di Suhat. Sedikitnya 20 pohon, termasuk yang berdiameter hampir satu meter, telah masuk daftar tebang. Pemerintah Kota Malang beralasan langkah ini bagian dari proyek drainase untuk mengatasi banjir musiman. Namun, narasi “penebangan selektif” yang digaungkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dianggap tidak menjawab keresahan publik.

Ketua Bidang Lingkungan Hidup HMI Cabang Malang, Alamsyah Gautama, menilai Wali Kota gagal menunjukkan konsistensi arah kebijakan.

“Mengatasi banjir tanpa merusak pohon sehat harusnya jadi syarat mutlak. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: pohon dikorbankan demi proyek. Wali Kota tidak cukup hanya berkata selektif, beliau harus menunjukkan peta jalan tata ruang yang jelas dan berkelanjutan,” ujarnya.

Alamsyah menegaskan, Wali Kota wajib memastikan kebijakan pembangunan sejalan dengan target ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30 persen sesuai amanat undang-undang. “Jika pohon ditebang tanpa pemulihan serius, kota ini semakin jauh dari target RTH. Itu bentuk kelalaian pemerintah daerah,” katanya.

Nada serupa disampaikan oleh M. Anwarul Hidayat, Wakil Sekretaris Umum (Wasekum) Bidang Lingkungan Hidup HMI Cabang Malang.

“Wali Kota jangan lepas tangan dengan menyerahkan urusan ini ke dinas teknis. Beliau yang harus menjawab ke publik: berapa pohon ditebang, apa rencana penggantinya, dan bagaimana menjamin keberlanjutannya. Tanpa keterbukaan, sulit bagi masyarakat untuk percaya,” tegasnya.

Kritik HMI juga menyoroti sikap pemerintah yang defensif. Klarifikasi soal jumlah pohon ditebang dianggap sekadar retorika. Publik, kata mereka, membutuhkan data detail: kondisi tiap pohon, alasan penebangan, hingga lokasi pengganti.

Lebih jauh, HMI mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan seperti microtunneling, root bridging, hingga trotoar permeabel sebagai solusi alternatif. “Jika Wali Kota hanya mengandalkan penebangan, itu artinya pemerintah memilih jalan pintas dan mengabaikan aspek ekologis,” kata Alamsyah.

Sementara itu, perlawanan publik mulai terlihat. Pertengahan Agustus lalu, sejumlah komunitas warga menggelar aksi “peluk pohon” sebagai simbol penolakan. Mereka mendesak adanya audit ekologis independen sebelum penebangan dilanjutkan.

Kini, bola panas berada di tangan Wali Kota Malang. Apakah ia akan melanjutkan proyek dengan pola lama—mengorbankan pohon demi infrastruktur—atau mengambil langkah berani dengan menyelaraskan pembangunan drainase dan perlindungan pohon dewasa?

HMI Cabang Malang menegaskan, meskipun proyek ini berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Wali Kota Malang tetap memikul tanggung jawab moral dan politik untuk menghentikan penebangan. “Solusi ekologis harus jadi pijakan utama, bukan sekadar proyek teknis. Jika tidak, Malang raya akan semakin jauh dari angka ideal RTH,” tutup Alamsyah.
(Anam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *