Malang, Media Pojok Nasional –
Alih-alih memberikan klarifikasi atas substansi persoalan Dana Desa, dinamika justru bergeser ke arah yang mencurigakan. Setelah pemberitaan dugaan intimidasi terhadap wartawan terkait pelaporan realisasi Dana Desa Tahun Anggaran 2025 di Desa Argoyuwono tayang, salah satu pihak yang sebelumnya menghubungi wartawan dengan nada tekanan justru meminta secara khusus agar nomor teleponnya tidak dicantumkan, bahkan memohon agar tidak dibuatkan visual pendukung berita.
Permintaan tersebut disampaikan secara intens, dengan nada merengek dan penuh kekhawatiran. Sikap ini memunculkan pertanyaan serius: apa yang sebenarnya hendak disembunyikan?
Belakangan, pihak tersebut menyampaikan alasan bahwa foto profil WhatsApp yang digunakannya merupakan barcode untuk pengisian BBM, sehingga ia khawatir dapat dimanfaatkan oleh pihak lain apabila terekspos ke ruang publik. Namun, secara teknis, barcode pengisian BBM merupakan data yang bersifat privat dan seharusnya dijaga secara personal. Penggunaan barcode sebagai foto profil aplikasi komunikasi justru menunjukkan kelalaian individu dalam pengelolaan data pribadi, bukan kesalahan pihak lain yang mendokumentasikan fakta komunikasi.
Dalam konteks jurnalistik, perlu ditegaskan bahwa objek pemberitaan bukanlah barcode, melainkan tindakan komunikasi melalui nomor tersebut, termasuk pola dan muatan pesan yang dinilai mengandung unsur tekanan terhadap kerja pers. Kekhawatiran yang baru muncul setelah berita tayang secara logis menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi dan itikad di balik permintaan tersebut.
Padahal, dalam praktik jurnalistik, pencantuman atau visualisasi nomor kontak bukan tindakan serampangan, melainkan bagian dari dokumentasi fakta ketika sarana komunikasi digunakan untuk intimidasi atau dugaan penghalangan kerja jurnalistik. Visualisasi pun lazim dilakukan dengan teknik penyamaran tertentu tanpa menghilangkan substansi peristiwa.
Dalam konteks hukum pers, upaya menekan atau memengaruhi wartawan melalui sarana elektronik dapat dikualifikasikan sebagai penghalangan kerja pers dan berpotensi bersinggungan dengan ketentuan hukum lain, tergantung isi dan pembuktiannya. Wartawan tidak berkewajiban melindungi identitas pihak yang secara aktif melakukan intimidasi, terlebih jika peristiwa tersebut berkaitan langsung dengan kepentingan publik.
Dana Desa adalah uang negara, transparansi adalah mandat, dan kritik bukan kejahatan. Ketika pasca-publikasi justru muncul kepanikan dan permintaan agar jejak komunikasi dihapus, maka yang patut dipertanyakan bukanlah kerja pers, melainkan apa yang sebenarnya ditakuti.
Media Pojok Nasional menegaskan akan tetap berdiri pada prinsip akurasi, keberimbangan, dan keberanian. Bukan wartawan yang perlu gentar, melainkan siapa pun yang mencoba mengganti klarifikasi dengan tekanan. (hambaAllah).
