Skandal Tiket KM Giliyang: Monopoli, Identitas Abu-Abu, ASDP Bungkam

Gresik, Media Pojok Nasional –
Penjualan tiket KM Giliyang rute Bawean–Gresik kembali menuai kecaman warga. Sistem yang seharusnya tertib dan transparan justru dipenuhi praktik monopoli dan distribusi liar. Tiket yang dijanjikan tersedia secara daring justru dikuasai oleh kelompok tertentu yang diduga memiliki kedekatan dengan pihak internal kapal.

Warga mengaku kesulitan mendapatkan tiket meskipun telah mencoba memesan sesuai prosedur. Lebih parah lagi, tiket didapat bukan dari petugas resmi ASDP, melainkan melalui perantara tidak dikenal yang juga mengumpulkan KTP penumpang. Ini berpotensi fatal—jika terjadi kecelakaan laut, data penumpang dalam manifest bisa tidak sesuai dengan identitas sebenarnya, menyulitkan evakuasi maupun klaim asuransi.

Kondisi semakin janggal saat tiket dinyatakan habis, namun secara tiba-tiba muncul penambahan kursi. Tiket-tiket tersebut kembali disalurkan oleh pihak luar, tanpa mekanisme resmi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Junaidi, Aktivis GMBI KSM Sangkapura, mengecam keras praktik ini, “Kami melihat ini bukan sekadar kelalaian, tapi ada dugaan pembiaran. ASDP seakan menutup mata terhadap sistem liar yang merugikan masyarakat Bawean,” tegasnya.

Ia menegaskan, penjualan tiket seharusnya kembali dilakukan secara manual di loket resmi agar bisa diawasi langsung oleh masyarakat dan meminimalisir manipulasi. Selain itu, Junaidi juga meminta agar pembelian tiket wajib sesuai dengan identitas asli pemilik KTP, bukan diwakilkan atau dikumpulkan massal oleh pihak ketiga.

“Dengan sistem manual yang jelas dan pembelian berdasarkan KTP asli, kita bisa tahu siapa yang benar-benar naik kapal. Ini penting untuk keselamatan dan keadilan,” ujarnya.

Saat dikonfirmasi, pihak ASDP belum memberikan klarifikasi resmi atas kekacauan ini. Sikap diam mereka justru memperkuat dugaan bahwa ada pembiaran sistematis dalam tubuh manajemen kapal penyeberangan tersebut.

KM Giliyang seharusnya menjadi jalur vital penghubung masyarakat pulau dengan daratan utama, bukan ajang permainan kuasa dan kepentingan. (hamba Allah).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *