Sengketa Lahan SDN Pecoro 1 & 2 Memanas, Ahli Waris Ultimatum Pemkab Jember

Zaibi Susanto SH. MH (dua dari kiri) Sebagai Kuasa Hukum Ahli Waris saat Gelar perkara di Dinas Pendidikan Jember

Jember – Persoalan sengketa lahan yang ditempati SD Negeri (SDN) Pecoro 1 dan SDN Pecoro 2, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, kembali mencuat ke permukaan. Puluhan tahun berdiri, keberadaan dua sekolah dasar ini ternyata masih menyimpan polemik hukum. Ahli waris pemilik lahan yang mengantongi alas hak berupa Letter C Desa Pecoro dan petok tanah menegaskan tuntutan mereka terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember.
Persoalan tersebut dibahas dalam gelar perkara di Ruang Dinas Pendidikan Kabupaten Jember pada Kamis (11/9/2025).

Gelar perkara ini dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Jember, Hadi, dan dihadiri perwakilan BPKAD, Bagian Aset Pemkab Jember, BPN Jember, ahli waris beserta kuasa hukum, serta sejumlah LSM dan ormas. Sementara Kepala Desa Pecoro, Rambipuji, tidak hadir meski sudah diundang secara resmi.
Sertifikat Misterius Atas Nama Pemkab
Zaibi Susanto Kuasa hukum ahli waris mempertanyakan dasar hukum munculnya sertifikat hak pakai atas nama Pemkab Jember.

Mereka mendesak BPN Jember dan Pemkab Jember menjelaskan siapa pemohon, siapa yang menandatangani, dan dokumen pengantar apa yang dipakai untuk menerbitkan sertifikat tersebut.
“Kepala Desa Pecoro sudah membuat surat keterangan tertulis bahwa tidak pernah menandatangani atau membuat surat pengantar apapun untuk permohonan sertifikat tanah kedua sekolah itu,” tegas kuasa hukum ahli waris dalam forum.

Pernyataan itu langsung menimbulkan tanda tanya besar, sebab dalam administrasi pertanahan, pengantar dari pemerintah desa biasanya menjadi dokumen dasar untuk pengajuan sertifikat ke BPN.

Kesaksian yang Bertolak Belakang
Dalam forum gelar perkara, mantan pejabat Bagian Aset Pemkab Jember, Ketut, memberikan keterangan bahwa kepala sekolah terdahulu telah diberikan formulir untuk mengisi permohonan sertifikat tanah sekolah. Namun, pernyataan itu langsung dibantah oleh kepala sekolah, baik yang lama maupun yang kini menjabat.

“Kami tidak pernah menerima formulir apapun, apalagi mengisi permohonan sertifikat tanah sekolah,” tegas kepala sekolah dengan keterangan tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kondisi ini menambah kerumitan persoalan. Apalagi, pihak ahli waris juga menyatakan bahwa mereka dihalangi saat BPN Jember melakukan pengukuran tanah, bahkan tidak diperkenankan hadir dalam proses tersebut.

BPKAD dan BPN Bungkam
Meski hadir dalam gelar perkara, perwakilan BPKAD, Bagian Aset Pemkab Jember, dan BPN Jember hanya memberikan keterangan normatif. Mereka menyebut bahwa tanah SDN Pecoro 1 dan 2 telah menjadi aset Pemkab Jember dengan status sertifikat hak pakai, menyertakan nomor dan tahun sertifikat.

Namun ironisnya, ketika diminta memperlihatkan sertifikat tersebut, pihak terkait tidak berani menunjukkan fisiknya maupun memberikan salinan fotokopi. Tidak ada pula bukti otentik mengenai dokumen dasar penerbitan sertifikat.

Hal ini memperkuat dugaan adanya cacat administrasi dalam proses penerbitan sertifikat tanah untuk dua sekolah negeri tersebut.
Ultimatum Ahli Waris
Ahli waris yang didampingi sejumlah kuasa hukum dan LSM memberikan batas waktu satu minggu kepada Dinas Pendidikan Jember dan Pemkab Jember untuk memberikan kepastian ganti rugi.

“Apabila dalam waktu yang telah kami berikan tidak ada solusi dan kompensasi, maka kami akan menempuh jalur hukum baik pidana maupun perdata, sampai hak ahli waris kami terpenuhi,” tegas perwakilan kuasa hukum.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jember, Hadi, menyatakan siap meneruskan permasalahan ini ke pimpinan daerah. Ia juga berjanji membantu ahli waris dalam proses pelaporan agar persoalan segera mendapatkan kejelasan.
Masalah Tak Kunjung Usai
Kasus sengketa lahan SDN Pecoro 1 dan 2 ini sesungguhnya bukan persoalan baru.

Ahli waris mengaku sejak dulu selalu diminta untuk tidak mempermasalahkan status tanah oleh pihak sekolah setiap kali terjadi pergantian kepala sekolah. Namun, hingga kini tidak ada penyelesaian yang adil dan transparan.

Dengan menguatnya dugaan adanya kejanggalan administrasi dalam penerbitan sertifikat, serta sikap Pemkab Jember dan BPN yang enggan membuka dokumen asli, konflik ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga meja hijau

Red.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *