Jombang, Media Pojok Nasional –
Di balik aktivitas jurnalistiknya yang padat, Nurhadi, wartawan lokal Jombang yang akrab disapa “Gajah” menjalani profesi kedua yang tak kalah serius: petani tembakau. Di sela tugas peliputan, ia turun langsung ke ladang, merawat tanaman tembakau dengan disiplin yang sama seperti saat memburu berita.
Pemandangan ini bukan pencitraan. Nurhadi bukan sekadar “bercocok tanam” untuk konten. Ia menanam, memupuk, dan memanen tembakau rakyat sebagai bagian dari komitmen ekonomi mandiri. Di tengah tren urbanisasi dan ketergantungan pada sektor jasa, ia menegaskan bahwa pertanian tetap relevan, bahkan untuk kalangan terdidik dan pekerja media.
Fenomena wartawan yang bertani membuka ruang baru dalam diskursus pembangunan daerah. Generasi muda, termasuk yang bergerak di sektor non-agraris, terbukti mampu kembali ke sawah tanpa kehilangan identitas profesionalnya. Nurhadi tidak meninggalkan jurnalistik, ia memperluas medan lakunya.
Tembakau yang ditanamnya merupakan varietas lokal unggulan. Lahan dikelola secara intensif, dan hasil panennya dipasok ke mitra pengolahan linting tradisional maupun industri. Dalam konteks ketahanan ekonomi desa, langkah ini memberikan dampak nyata: produksi, distribusi, dan nilai tambah tetap berada di tingkat lokal.
Nurhadi mencerminkan dua hal penting: ketangguhan profesi pers daerah, dan model kerja ganda yang produktif. Ia menyatu dengan denyut masyarakat yang diberitakannya, tidak hanya sebagai pengamat, tetapi pelaku.
Di ladang tembakau Jombang, integritas jurnalistik bertemu dengan keringat petani. Tanpa publikasi berlebihan, Nurhadi menunjukkan bahwa menjadi wartawan tidak berarti meninggalkan tanah. Justru dari tanah itulah, berita dan ketahanan hidup sama-sama tumbuh. (hamba Allah).