Ketika LKS Jadi Komoditas: Potret Buram Pendidikan Dasar di Balongpanggang

Gresik, Media Pojok Nasional –
Praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di lingkungan SD Negeri Balongpanggang menyeruak ke permukaan dan menimbulkan polemik. Informasi yang dihimpun menyebutkan, pengadaan LKS tidak melalui mekanisme resmi sekolah, melainkan dikendalikan oleh paguyuban orang tua murid.

Ketua K3S Balongpanggang menegaskan, sekolah tidak pernah mengoordinasi pengadaan LKS. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan adanya kelalaian yang tak bisa dipisahkan dari tanggung jawab kepala sekolah. Sebab, segala aktivitas di sekolah, termasuk aktivitas paguyuban, tetap berada dalam lingkup tanggung jawab pimpinan sekolah.

Surat Instruksi Kepala Dinas Pendidikan No. 420/1984/437.53/2024 secara tegas melarang penjualan buku ajar dan LKS di sekolah. Artinya, meski paguyuban menjadi pihak yang menyalurkan, peran kepala sekolah tidak bisa dilepaskan begitu saja dari praktik yang berjalan.

Praktik jual beli LKS sejatinya merugikan siswa dan orang tua. Alih-alih menjadi sarana belajar, LKS justru bergeser menjadi komoditas bisnis. Padahal, guru diharapkan mampu menyusun soal maupun materi pembelajaran secara kreatif, bukan menjadikan LKS sebagai jalan pintas sekaligus ladang keuntungan.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik, Hariyanto, saat dikonfirmasi menegaskan pengawasan akan diperketat. “Sudah SP 1, kita pantau perkembangan. Kalau sampai ramai seperti ini, bisa dimutasi. Harus dikembalikan, kalau tidak kita beri peringatan,” ujarnya.

Fenomena ini membuka potret buram pendidikan di tingkat akar rumput. Regulasi sudah jelas melarang, tetapi pengawasan yang lemah membuka celah praktik serupa terjadi berulang kali. Pada akhirnya, siswa dan orang tua menjadi pihak yang paling dirugikan. (hamba Allah).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *