Ketika Kepercayaan Jadi Barang Langka di Tengah Masyarakat Bangkalan

Bangkalan, Media Pojok Nasional — Kasus penipuan dan penggelapan mobil rental yang menjerat seorang wanita berinisial SLT (46), warga Pangeranan, Kecamatan Kota Bangkalan, kembali menjadi pengingat pahit tentang rapuhnya kepercayaan sosial di tengah masyarakat. SLT ditangkap oleh Satreskrim Polres Bangkalan setelah buron usai membawa kabur mobil milik RF (31), warga Kelurahan Pejagan, yang disewanya selama lima hari tanpa pernah dikembalikan.

Menurut keterangan Kasatreskrim Polres Bangkalan, AKP Hafid Dian Maulidi, S.H., M.H., modus operandi pelaku sederhana namun menyesatkan. Ia berpura-pura menjadi penyewa biasa, meyakinkan korban dengan tutur kata yang sopan dan meyakinkan, namun di balik itu menyimpan niat untuk menguasai barang milik orang lain.

“Setelah 5 hari mobil tidak juga dikembalikan, korban akhirnya membuat laporan. Petugas pun melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap pelaku di Desa Jambu, Kecamatan Burneh,” ujar AKP Hafid saat dikonfirmasi di Mapolres Bangkalan bersama Kasihumas Ipda Agung Intama.

Polisi turut mengamankan barang bukti berupa satu unit mobil pick-up beserta surat-surat kendaraan lengkap. Kini SLT harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan ancaman hukuman empat tahun penjara berdasarkan Pasal 378 dan/atau 372 KUHP.

Namun di balik sisi hukumnya, kasus seperti ini membuka ruang perenungan yang lebih luas. Fenomena tipu gelap dan penggelapan kendaraan bukan hanya persoalan kriminal semata, tetapi juga cerminan dari menurunnya nilai moral dan kejujuran dalam kehidupan sosial kita. Banyak pelaku yang bukan sekadar “pencuri profesional”, melainkan orang-orang biasa yang tergelincir oleh himpitan ekonomi atau gaya hidup konsumtif.

Kepercayaan—yang menjadi dasar dalam setiap transaksi dan interaksi sosial—kini semakin mahal. Di era ketika semua serba cepat dan instan, banyak orang lupa bahwa kejujuran tetap menjadi modal utama dalam membangun reputasi dan keberlanjutan usaha, termasuk dalam bisnis rental kendaraan yang mengandalkan rasa saling percaya.

Kasus SLT semestinya menjadi pelajaran bagi semua pihak. Bagi pelaku usaha, penting untuk memperketat sistem verifikasi dan penggunaan teknologi pelacak. Sementara bagi masyarakat luas, ini menjadi cermin bahwa kejahatan bisa berawal dari niat kecil yang dibiarkan tumbuh menjadi kebiasaan menipu.

Pada akhirnya, aparat kepolisian memang bisa menegakkan hukum. Namun, mencegah kejahatan semacam ini membutuhkan lebih dari sekadar penegakan hukum — yakni penyadaran moral, penguatan nilai kejujuran, dan solidaritas sosial di tingkat masyarakat.
(Redaksi-Anam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *