Kantor Desa Banjargondang Kosong Saat Dikonfirmasi, Wartawan Malah Ditinggal Ngopi oleh Sekdes

Lamongan, Media Pojok Nasional –
Upaya konfirmasi wartawan ke Kantor Desa Banjargondang, Kecamatan Bluluk, Lamongan, pada Selasa (1/7/2025), berujung tanpa hasil. Sekitar pukul 10.00 WIB, kantor desa dalam kondisi kosong tanpa satu pun perangkat terlihat di ruang pelayanan.

Ironisnya, Sekretaris Desa yang sempat ditemui di luar justru tidak bersedia memberikan keterangan. Wartawan malah disuruh menemui bayan (kepala dusun) sebagai perwakilan. Namun setelah itu, Sekretaris Desa memilih pergi ke warung kopi dan meninggalkan wartawan tanpa penjelasan.

Kepala Desa Banjargondang tercatat bernama Setiawan Heriadi. Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak desa terkait absennya pelayanan maupun alasan dilimpahkannya konfirmasi kepada perangkat dusun, yang secara struktur bukan merupakan pejabat utama dalam urusan informasi publik.

Padahal, sesuai Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015, aparatur pemerintah desa wajib masuk kerja lima hari dalam seminggu dan berada di kantor mulai pukul 07.30 hingga 14.00 WIB atau mengikuti ketentuan daerah. Ketidakhadiran secara kolektif di jam kerja menunjukkan kelalaian serius dalam tugas pemerintahan.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mewajibkan setiap badan publik, termasuk pemerintah desa, untuk memberikan akses informasi kepada masyarakat dan media secara cepat, tepat, dan sederhana. Mengarahkan wartawan kepada perangkat dusun, yang tidak memiliki kewenangan resmi sebagai PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), merupakan bentuk pengaburan tanggung jawab.

Pemerintah Kecamatan Bluluk maupun Inspektorat Kabupaten Lamongan perlu menindaklanjuti kondisi ini. Kantor desa adalah wajah utama pelayanan publik di tingkat bawah. Ketika kosong pada jam kerja, konfirmasi ditolak, dan informasi dilempar ke level struktural yang tidak berwenang, maka yang dipertaruhkan bukan sekadar tata kelola, tetapi juga kredibilitas pemerintahan desa.

Red.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *