Bangkalan, Media Pojok Nasional – Dugaan praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di SDN Glagga 02, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan,menjadi perhatian publik.
Ditengah semangat penyelenggaraan pendidikan dasar dengan biaya gratis dan bebas pungutan, informasi mengenai transaksi LKS di sekolah negeri ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepatuhan pejabat pendidik terhadap aturan yang berlaku.
Sebab sejumlah 128 siswa tercatat sebagai peserta didik di SDN Glagga 02. Setiap siswa diduga diwajibkan membeli lima buku LKS, dengan harga Rp10.000 untuk masing-masing buku, sehingga total biaya yang harus dibayar atau dibebankan mencapai Rp 50.000 untuk setiap siswa.
Jika diakumulasi, nilai transaksi tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp6,4 juta.
Menanggapi adanya dugaan penjualan buku LKS di Lembaga SDN Glagga 2 tersebut Dinas Pendidikan Bangkalan menyatakan telah melakukan pemanggilan pada pejabat terkait.
“Sudah, oleh korwil dan Bidang Pembinaan SD,” ujar pejabat Dinas singkat.
Namun hingga berita ini dirilis, belum ada penjelasan resmi dari pihak sekolah mengenai dasar pengadaan LKS tersebut, maupun hasil pemanggilan dari Dinas Pendidikan.
Merespons situasi ini, publik mendesak agar penanganan kasus dilakukan secara transparan dan menyeluruh.
Sementara itu publik berharap khususnya pada korwil setempat agar segera memberikan klarifikasi terbuka kepada publik, serta melakukan evaluasi terhadap sistem distribusi buku di sekolah tersebut.
Selain itu, pengawasan dari komite sekolah dan partisipasi aktif orang tua dalam menyuarakan keberatan atau pertanyaan adalah langkah penting demi terciptanya proses pendidikan yang jujur dan bertanggung jawab.
Selain itu juga menekankan pentingnya keterlibatan aparat penegak hukum dalam mengawal kasus ini.
Sebab pendidikan adalah investasi masa depan bangsa dan tidak boleh dinodai oleh praktik yang menyimpang dari nilai-nilai moral dan hukum. Masyarakat berhak tahu, dan siswa berhak belajar tanpa beban pungutan yang tidak semestinya.
Dugaan praktik jual beli LKS ini menjadi peringatan keras bahwa penyimpangan di sektor pendidikan, sekecil apapun, dapat merusak kepercayaan masyarakat dan mencederai semangat pemerataan akses belajar. Kini, semua pihak dituntut untuk bertindak cepat, transparan, dan bertanggung jawab. (Hanif)