DBHCT Dinsos Bangkalan 2025: Dari Rp26 Juta ke Rp16 Juta Operasional, Klarifikasi Berubah

Bangkalan, Media Pojok Nasional – Pelaksanaan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) Tahun Anggaran 2025 oleh Dinas Sosial Kabupaten Bangkalan terus menjadi sorotan. Klarifikasi demi klarifikasi dari pejabat teknis justru membuka dinamika baru terkait besaran anggaran operasional, realisasi bansos, hingga sisa dana yang tidak tersalurkan.

Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos Bangkalan, Aminullah, awalnya menyampaikan bahwa dari total pagu DBHCT Rp206 juta, sebanyak 180 orang menerima BLT, sementara Rp26 juta digunakan untuk biaya operasional. “Betul, yang salur 180 orang. Yang 26 juta anggaran untuk biaya operasional,” ujarnya, Kamis malam (25/12).

Ia juga menegaskan bahwa anggaran operasional tersebut bersifat penyediaan dan diserap sesuai kebutuhan pelaksanaan kegiatan.
“26 juta ini sifatnya penyediaan dan diserap sesuai kebutuhan,” lanjutnya.

Ketika ditanya lebih spesifik apakah anggaran operasional tersebut menyentuh langsung kebutuhan penerima atau justru digunakan oleh internal dinas, Aminullah menjelaskan bahwa penggunaannya berada pada aktivitas pendukung pelaksanaan.

“Di antaranya untuk rapat-rapat koordinasi persiapan, ATK, dan perjalanan dinas,” ungkapnya.
Penjelasan ini memantik perhatian publik, mengingat DBHCT secara substansi ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat terdampak industri hasil tembakau, sementara porsi operasional birokrasi dinilai cukup signifikan.

Ralat Angka: Operasional Rp16 Juta, Bansos Rp190 Juta. Namun keesokan harinya, Jum’at pagi (26/12), Aminullah menyampaikan ralat penting. Ia menyebut bahwa angka Rp26 juta bukan seluruhnya operasional.

“Ijin ralat, Mas. Sepertinya untuk biaya operasional ini 16 juta. Anggaran bansos 190 juta, tapi yang tersalur 180 juta,” jelasnya.

Ralat ini menandakan adanya dua lapis selisih anggaran, yakni: Rp16 juta untuk operasional, Rp10 juta bansos yang tidak tersalurkan.

Untuk merespons kekhawatiran publik, Aminullah menegaskan bahwa pengelolaan DBHCT tidak dilakukan secara sepihak.

“Untuk anggaran DBHCT ini sudah melalui pendampingan dari Biro Perekonomian Pemprov Jatim dan juga desk langsung dengan Kementerian Keuangan,” ujarnya. Pernyataan ini menegaskan bahwa secara prosedural, perencanaan DBHCT telah melewati tahapan evaluasi lintas instansi.

Pertanyaan lanjutan muncul terkait Rp10 juta dana bansos DBHCT yang tidak terserap. Menjawab hal tersebut, Aminullah memastikan dana tersebut tidak digunakan untuk kegiatan lain.
“Kembali ke kas daerah,” tegasnya.

Rangkaian klarifikasi ini menunjukkan bahwa: 180 warga benar-benar menerima BLT DBHCT sebesar Rp1 juta per orang (Rp180 juta).

Belanja operasional berada di kisaran Rp16 juta, digunakan untuk rapat koordinasi, ATK, dan perjalanan dinas.
Rp10 juta dana bansos tidak tersalurkan dan dikembalikan ke kas daerah.

Meski secara administratif telah ada penjelasan, perubahan angka dari Rp26 juta menjadi Rp16 juta operasional menunjukkan pentingnya konsistensi data sejak awal. Publik menilai, keterbukaan rincian dokumen pendukung seperti DPA, RKA, SP2D, dan laporan realisasi sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan tafsir berulang.

DBHCT adalah dana amanah yang sensitif secara sosial. Setiap selisih, sekecil apa pun, berpotensi menggerus kepercayaan publik bila tidak dijelaskan secara tuntas dan sejak awal.
(Anam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *