Sat-Set Tanpa Alasan: Iwan Triyono Ubah Wajah Pendidikan Nganjuk

Nganjuk, Media Pojok Nasional –
Di tengah lesunya birokrasi pendidikan daerah, muncul satu figur yang menolak berjalan di tempat. Namanya Iwan Triyono, sosok yang kini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdindik) Wilayah Kabupaten Nganjuk.

Serah terima jabatan pada 1 Juni 2025 di Aula SMKN 2 Nganjuk bukan sekadar seremoni administratif, melainkan awal dari babak baru tata kelola pendidikan yang lebih cepat, lebih disiplin, dan lebih terukur.

Sebelum dipercaya menakhodai Nganjuk, Iwan menjabat sebagai Kacabdin definitif wilayah Kota dan Kabupaten Probolinggo. Penugasan rangkap wilayah ini menempatkannya pada tantangan ganda: membenahi sistem di dua daerah yang secara geografis terpaut lebih dari 200 kilometer.

Namun dalam sambutannya, ia menegaskan garis komandonya sejak awal, “Jarak bukan alasan untuk pelayanan lambat. Pendidikan tidak mengenal kata nanti.”

Ucapan itu bukan sekadar simbol. Dalam dua minggu pertama masa jabatannya, Iwan langsung meninjau sejumlah SMA dan SMK di Nganjuk untuk memeriksa kesiapan sekolah menghadapi Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (SPMB), fase paling krusial dalam siklus tahunan pendidikan Jawa Timur.

Iwan datang bukan membawa jargon baru, tetapi menyerang masalah klasik yang sering dibiarkan menggantung: ketidakteraturan data, lemahnya koordinasi sekolah, dan lambannya respons terhadap pengaduan publik, Langkah awalnya: membenahi sistem pelaporan berbasis bukti lapangan.

Setiap laporan sekolah kini wajib diverifikasi melalui inspeksi langsung atau dokumentasi digital yang valid. Dengan sistem ini, laporan yang selama ini indah di atas kertas namun hampa di lapangan mulai terpangkas.

Di sisi lain, Iwan juga mengedepankan kesinambungan program. Ia melanjutkan kebijakan peningkatan mutu guru yang telah dirintis pejabat sebelumnya, namun menambahkan pendekatan berbasis evaluasi terukur: hasil belajar siswa, tingkat partisipasi guru, serta pelibatan komite sekolah dalam pengawasan.

Waktu penunjukan yang bertepatan dengan masa SPMB menjadi ujian perdana. Dalam tempo singkat, Iwan memerintahkan seluruh sekolah negeri agar menerapkan sistem pendaftaran yang transparan, tanpa intervensi, dan diawasi langsung oleh tim teknis cabang dinas.

Langkah cepat ini mendapat respons positif. Beberapa kepala sekolah menyebut koordinasi tahun ini, ebih tegas, tanpa ruang abu-abu.

Hasil awal menunjukkan penurunan signifikan dalam aduan masyarakat terkait ketidaksesuaian kuota siswa baru, indikator awal efektivitas kepemimpinan baru.

Menjalankan dua wilayah besar sekaligus, Probolinggo dan Nganjuk, menuntut disiplin ekstrem. Iwan membagi jadwal dengan presisi: separuh pekan di Probolinggo, separuhnya di Nganjuk.

Namun kehadirannya di lapangan tetap nyata. Beberapa kali ia terlihat langsung memantau kegiatan sekolah tanpa pemberitahuan sebelumnya.

“Saya ingin menemukan fakta, bukan persiapan,” tegasnya saat dikonfirmasi usai inspeksi mendadak di salah satu SMKN di Nganjuk.

Langkah itu membuat gaya kepemimpinannya dikenal sebagai “Sat-Set Leadership”, istilah khas Jawa Timur untuk menggambarkan pejabat yang cepat tanggap dan tidak berbelit-belit.

Mantan Kacabdin Nganjuk, Evi Dwi Widadjanti, menyebut Iwan sebagai pejabat yang “sigap dan mampu bekerja lintas sistem tanpa kehilangan kendali.
Pujian itu bukan basa-basi. Dalam dua bulan pertama masa tugasnya, Iwan berhasil menjaga stabilitas kegiatan pendidikan tanpa gangguan berarti, meski beban administrasi rangkap wilayah tergolong berat.

Selain soal manajemen, Iwan menyoroti masalah disiplin kerja guru dan kepala sekolah. Ia menegaskan bahwa toleransi terhadap keterlambatan dan pelaporan fiktif tidak akan diberlakukan di masa jabatannya.

Dalam instruksi tertulis yang beredar di awal Juli 2025, ia menekankan, “Guru adalah wajah negara di ruang kelas. Tidak ada alasan bagi wajah negara untuk datang terlambat.” tegasnya.

Instruksi itu kini menjadi pedoman internal seluruh SMA dan SMK di wilayah Nganjuk.

Pekerjaan besar masih menunggu: pemerataan kualitas pendidikan antarwilayah, penguatan kurikulum berbasis karakter, dan optimalisasi peran sekolah kejuruan untuk dunia industri.

Namun, langkah awal yang diambil menunjukkan arah yang jelas: sistem pendidikan di Nganjuk bergerak keluar dari zona stagnasi birokrasi menuju kinerja berbasis fakta.

Kehadiran Iwan Triyono sebagai Plt Kacabdin­dik Nganjuk menandai babak baru tata kelola pendidikan daerah: Cepat dalam keputusan, presisi dalam pelaksanaan, Disiplin dalam waktu, tegas dalam integritas, Transparan dalam laporan, faktual dalam hasil.

Bagi dunia pendidikan Nganjuk, sosok ini bukan sekadar pejabat sementara, tetapi motor penggerak perubahan yang lahir dari kerja nyata, bukan dari janji.

Dan jika pola kerja ini terus berlanjut, sejarah akan mencatat: Era Iwan Triyono adalah titik balik, saat pendidikan Nganjuk berhenti bicara prosedur, dan mulai berbicara kinerja. (hambaAllah).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *