Bangkalan, Media Pojok Nasional — Kasus dugaan korupsi BUMDes Tengket Jaya di Desa Tengket, Kecamatan Arosbaya, bukan sekadar soal tumpang tindih kewenangan. Penelusuran awak media menunjukkan adanya indikasi tekanan dan permainan halus yang diduga memperlambat proses hukum.
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, sejak awal laporan masuk, muncul upaya untuk “menenangkan” kasus dengan alasan penyelesaian administratif. Padahal, dugaan penyimpangan dana yang melibatkan empat pengurus BUMDes itu sudah cukup kuat untuk masuk ranah pidana.
“Awalnya ada sinyal bagus, katanya akan diselidiki. Tapi belakangan kasus ini seolah diredam. Ada tekanan, entah dari mana,” ujar sumber awak media yang mengetahui proses awal pelaporan.
Fakta bahwa Inspektorat Bangkalan telah mengembalikan berkas kasus ke Polres sejak 17 Juni 2025 menambah dugaan adanya kejanggalan. Hingga kini, Polres Bangkalan belum memberikan penjelasan resmi apalagi membeberkan hasil pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait.
Kondisi itu menimbulkan dugaan publik tentang adanya “tangan tak terlihat” yang berupaya memperlambat, bahkan menghentikan, penanganan hukum.
“Jangan sampai hukum di Bangkalan bisa dibisiki. Kalau laporan rakyat bisa ditahan hanya karena tekanan, itu bahaya bagi penegakan hukum,” tegas aktivis antikorupsi A S.
Sejumlah warga Desa Tengket menilai kasus ini sengaja dibuat berputar agar berakhir di meja birokrasi tanpa jeratan hukum.
“Kalau benar dikembalikan ke Polres, seharusnya sudah ada pemeriksaan lanjutan. Tapi sampai sekarang diam. Ini seperti ada yang disembunyikan,” keluh salah satu tokoh masyarakat setempat.
Pegiat LSM di Bangkalan pun mulai bersuara lantang. Mereka menuding adanya pola “main aman” di internal aparat, di mana kasus yang melibatkan perangkat desa kerap diseret ke ranah administratif untuk menghindari proses hukum yang tegas.
“Modusnya klasik — limpahkan ke Inspektorat, lalu dikembalikan lagi ke Polres, tapi tidak diproses. Akhirnya menguap,” kritik salah satu aktivis.
Sorotan kini tertuju pada Kasat Reskrim Polres Bangkalan, Iptu Hafid Maulidi. Sebagai perwira muda yang dipercaya menangani kasus penting, Hafid dinilai publik terlalu pasif dalam memberikan klarifikasi dan update penanganan kasus.
“Publik menunggu transparansi. Kalau diam terus, justru muncul persepsi negatif: seolah ada sesuatu yang ditutup-tutupi,” ujar wartawan senior yang aktif memantau perkembangan kasus ini.
Beberapa pihak bahkan mendesak Kapolres Bangkalan turun langsung memeriksa arah penyidikan, memastikan tidak ada intervensi dari luar yang memengaruhi proses hukum.
Kasus BUMDes Tengket Jaya kini menjadi ujian serius bagi integritas dua lembaga kunci di Bangkalan — Polres dan Inspektorat. Jika keduanya terus saling melempar bola tanpa hasil nyata, kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum bisa runtuh.
“Ini bukan sekadar uang desa, tapi wajah penegakan hukum Bangkalan. Kalau kasus ini berhenti di meja koordinasi, masyarakat akan menilai hukum di sini tumpul ke atas, tajam ke bawah,” tegas A.
Tim awak media akan terus menggali lebih dalam. Dalam edisi berikutnya, tim redaksi berencana mengungkap jejak aliran dana BUMDes Tengket Jaya serta profil pihak-pihak yang diduga menikmati hasil penyimpangan.
Satu hal sederhana yang ditunggu publik dari aparat hukum: keberanian untuk bertindak.
(Hanif)