Bangkalan, Media Pojok Nasional – Di tengah semangat memperingati Hari Tani Nasional, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bangkalan menyoroti persoalan serius dalam implementasi kebijakan pertanian di daerah. Menurut GMNI, meski Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan telah secara tegas menempatkan tanggung jawab negara dalam menjamin ketersediaan pangan berbasis produksi lokal yang cukup, bergizi, aman, dan terjangkau, realitas di Bangkalan justru jauh dari cita-cita tersebut.
Regulasi daerah yang telah disusun untuk mendukung ketahanan pangan dinilai mandek di tataran teks. Peraturan Daerah (Perda) yang seharusnya menjadi pedoman hukum pelaksanaan di lapangan tak ubahnya dokumen formal yang tidak pernah menyentuh praktik nyata. Minimnya sosialisasi membuat banyak petani di Bangkalan tidak memahami hak-hak hukumnya sebagai pelaku utama sektor pertanian. Akibatnya, mereka terjebak dalam ketidaktahuan hukum dan terpinggirkan dari sistem yang seharusnya melindungi.
“Persoalan pertanian di Bangkalan bukan hanya soal teknis, tetapi juga soal keberpihakan,” tegas pernyataan GMNI Bangkalan dalam sikap resminya. Organisasi mahasiswa ini menilai bahwa Dinas Pertanian Kabupaten Bangkalan harus berhenti bersikap pasif dan mulai mengambil langkah nyata. GMNI mendesak agar birokrasi pertanian dihidupkan kembali melalui pendekatan yang aktif, progresif, dan humanis.
“Sudah saatnya dinas turun langsung ke sawah, ke ladang, bahkan ke rumah-rumah petani. Dengarkan keluh kesah mereka, pahami kesulitannya, dan jadikan kebijakan sebagai cermin dari realitas lapangan, bukan sekadar angka di atas kertas,” lanjut pernyataan itu.
GMNI menilai, tanpa kedekatan dan empati terhadap kondisi riil petani, setiap kebijakan hanya akan menjadi fatamorgana—terlihat indah di permukaan, tapi tidak pernah menyentuh akar masalah. Momentum Hari Tani Nasional, menurut GMNI, harus menjadi titik balik untuk mengoreksi arah pembangunan pertanian di Bangkalan.
Pemerintah daerah diminta untuk meninjau ulang Perda pertanian yang gagal diimplementasikan, memastikan adanya sosialisasi hukum pertanian secara menyeluruh kepada petani, memperbaiki sistem distribusi hasil panen agar kebutuhan pangan lokal dapat dipenuhi oleh produk lokal, serta menyelesaikan masalah klasik seputar kelangkaan pupuk dan keterbatasan alat produksi.
“Semua langkah ini tidak bisa lagi ditunda,” tegas GMNI. “Jika pemerintah terus bersikap abai, maka Bangkalan bukan hanya menghadapi krisis pertanian, tetapi juga ancaman terhadap kedaulatan pangan lokal.”
Sebagai penutup, GMNI Bangkalan menegaskan komitmennya untuk terus berdiri bersama petani, memperjuangkan hak dan martabat mereka sebagai tulang punggung bangsa. “Kami menyuarakan jeritan mereka sebagai suara rakyat. Negara tidak boleh lagi menutup mata,” pungkas pernyataan tersebut.
(Anam)