Mojokerto, Media Pojok Nasional –
Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di salah satu SMKN di Kabupaten Mojokerto tercoreng dugaan pungutan liar. Para calon siswa diminta membayar Rp25.000 untuk tes kesehatan, angka ini jauh di atas tarif resmi Rp7.500 yang ditetapkan dalam Perda Kabupaten Mojokerto.
Yang mencolok, pengumuman pungutan dilakukan langsung oleh pejabat humas sekolah melalui grup WhatsApp resmi PPDB. Ia bukan hanya menyampaikan, tapi memerintahkan pembayaran sebagai bagian dari prosedur wajib. Dengan posisinya sebagai pengendali informasi publik, humas ini tak bisa dilepaskan dari peran sentral dalam dugaan praktik pungli tersebut.
Awalnya, tes digelar di lingkungan sekolah mulai 2 Juni 2025. Namun pada 11 Juni, lokasi dialihkan ke Puskesmas tanpa perubahan tarif. Ketika dikonfirmasi, pihak sekolah berdalih biaya adalah urusan puskesmas. Kepala sekolah yang sedang menjalani cuti panjang, saat dikonfirmasi pada 11 Juni, justru membenarkan praktik tersebut,
“Bayar 25 ribu, Pak, ke Puskesmas. Tes kesehatan langsung di Puskesmas,” jawabnya singkat.
Sayangnya, hingga kini belum ada satu pun dokumen resmi dari Dinas Kesehatan atau puskesmas yang menjelaskan legalitas dan alasan tarif tersebut.
Pungutan ini bertentangan dengan Perda Nomor 03 Tahun 2021 yang menetapkan tarif layanan kesehatan pendidikan sebesar Rp7.500. Praktik ini juga berpotensi melanggar Pasal 12 huruf e UU Tipikor, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara jika terbukti tidak sah.
Ironisnya, pemerintah pusat justru akan menggratiskan layanan kesehatan siswa mulai tahun ajaran 2025/2026. Namun, pungutan tanpa dasar ini telah lebih dulu diberlakukan—tanpa transparansi, tanpa pengawasan, dan tanpa kejelasan hukum.
Media ini masih melakukan konfirmasi silang dengan Dinas Kesehatan, pihak puskesmas, dan instansi pendidikan provinsi. Hasil pendalaman, termasuk identitas para pihak yang diduga terlibat, akan dibuka dalam pemberitaan lanjutan.
(hamba Allah)