Jombang,Media Pojok Nasional –
Tak banyak desa yang masih setia menjaga warisan sejarahnya. Tetapi Desa Sawiji, di Kecamatan Jogoroto, memilih jalan berbeda. Sebuah pendopo tua di Dusun Beji masih berdiri gagah — menolak dilupakan waktu.
Pendopo itu sederhana. Luasnya sekitar 8×6 meter, berdiri di atas tanah satu hektar. Tapi jangan remehkan usianya. Diperkirakan dibangun era Mbah Bahu, lurah pertama Desa Sawiji, jauh sebelum tahun tercatat jadi kebiasaan.
“Sumber tertulis memang tidak ada. Ini murni kisah tutur yang diwariskan turun-temurun,” ujar Erwin Burhan, Kepala Desa Sawiji.
Namun bukan berarti pendopo ini dibiarkan menua begitu saja. Di sela geliat modernisasi desa, pihak pemerintah desa terus merawatnya. Mulai cat dinding, perbaikan kayu, hingga memperkuat pilar penyangga. Semua dilakukan rutin. Semua demi menghormati jejak sejarah.
Sekilas, atap Joglo yang mengerucut itu langsung mengingatkan pada kemegahan arsitektur priyayi Jawa. Tapi perhatikan detail lainnya — sentuhan kolonial menyelip di tiang dan pondasi. Menandakan pendopo ini lahir di tengah peralihan zaman.
Dulu, pusat pemerintahan Desa Sawiji ada di sini. Di pelataran ini rapat desa digelar, keputusan penting diambil. Hingga akhirnya, tahun 1970-an, pemerintahan pindah ke pusat desa. Pendopo Beji pun mulai sepi.
Namun sepi bukan berarti mati. Sebab di balik diamnya bangunan tua itu, ada kesadaran: sejarah tak selalu butuh ramai. Kadang, cukup dirawat dan dihormati — seperti cara Desa Sawiji menjaga Pendopo Beji hari ini. (hamba Allah).